Tampilkan postingan dengan label Sudah Saatnya!. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sudah Saatnya!. Tampilkan semua postingan

Jumat, 29 Juli 2016

Sosok Fikar

Fikar, pemuda umur 24 tahun. Perawakannya sedang, tak tinggi tak juga pendek, tapi rekan-rekannya sering menjulukinya 'anak kecil'. Hidungnya meski tidak pesek juga bukan idaman para wanita. Kulitnya blasteran kulit jawa dan cina, hitam putih seperti sapi. Rambutnya lurus, dengan warna sedikit kemerahan jika terpapar matahari. Rambut itu diwarisi oleh ibunya.

Masa kecil Fikar penuh lika-liku. Saat kecil ia dikenal sebagai anak sawah. Pulang sekolah, ganti baju, main ke sawah, katanya, "Umi, aku ke sawah ya, cari ikan!". Ikan "Jibud", julukannya Fikar dan kawan-kawannya. Ukurannya kecil tak sampai sejari kelingking. Jika digoreng lenyaplah ikan itu dalam hitungan menit. Biasanya ikan itu hanya di taruh dalam wadah toples plastik yang diisi air. Tiap hari diberi makan butiran nasi hingga ikan itu mati atau tewas diterkam kucing liar.

Lain di rumah lain pula di sekolah. Ia dikenal sebagai salah satu anak badung alias nakal. Sering masuk ruang BP karena berkelahi. Jika Fikar ditanya gurunya,"Mengapa kamu berkelahi lagi, Fikar?". Fikar akan menjawab, "Bu, saya itu tidak berkelahi, saya hanya membela diri kok." jawabnya santai sambil sesekali mengendus.

Meskipun Fikar sering membela diri (promis), ia adalah sosok anak yang penurut. Ibu Fikar sejak kecil tak pernah lelah mengingatkan kepadanya untuk selalu sholat dan berdo'a. Setiap ada kesempatan Fikar bercengkrama dengan ibunya, beliau selalu mengatakan, "Nak, tetaplah sholat dan berdo'a, ibu yakin kamu pasti jadi orang sukses!" sambil sesekali mengelus kepala Fikar. Momen itulah yang selalu diingat Fikar dimanapun ia berada. Setiap kali mendengar ucapan itu kepercayaan diri Fikar selalu bertambah dan membuatnya tak pernah membantah ucapan ibunya. Fikar satu-satunya anak yang memanggil ibunya dengan sebutan "Umi", katanya,"Biar aku selalu ingat umi."


****
Tulisan ini hanyalah fiktif belaka dan akan menjadi cerita yang bersambung. Untuk melihat sambungan ceritanya, silahkan teman-teman masuk ke label "Sudah Saatnya!"
Read More

Kamis, 21 Juli 2016

Kisah Dimulai!

Malam itu, Fikar, seorang pemuda berusia 20-an sedang asik dengan gadget miliknya. Ia bermain gadget sambil tiduran diatas lantai. Hal itu sering ia lakukan bila baru tiba di kontrakannya. Hari ini ia baru saja pulang dari kampus setelah menuntaskan mata kuliah terakhir di hari itu.

"ting!" gadget miliknya berbunyi, tanda notifikasi

"Asiikk.. dapet banyak like!!! " gumamnya dalam hati setelah melihat postingan yang baru ia kirim.

Berkali-kali gadget miliknya meneriakkan bunyi "ting!". Semakin banyak suara yang keluar, semakin giranglah hatinya. Entah mengapa... Memang anak muda zaman sekarang lebih mudah merasa senang saat ada notifikasi masuk ketimbang bercengkrama dengan teman. Lebih senang tinggal di dunia maya ketimbang dunia nyata.

Dari sekian banyak notifikasi yang Fikar dapat, ada satu akun yang membuatnya penasaran. Benar-benar membuatnya penasaran!

Ia penasaran karena biasanya disaat postingannya mendarat, disaat itulah para likers mendaratkan jempolnya di postingan yang baru ia daratkan. Tapi kali ini beda! Ada satu akun yang mendaratkan jempolnya tidak hanya di postingan baru miliknya, namun di beberapa postingan lawas, malahan bisa dibilang super lawas.

Kejadian ini baru pertama kali ia dapati. Akun tersebut berulang kali mendaratkan jempol dalam waktu bersamaan atau mungkin hanya selisih beberapa menit. Biasanya hal ini wajar, dan si pemilik akun posting akan mengira, "Ah, ini pasti ulah stalker!"

Tapi bagi Fikar beda. Ia sama sekali tak berpikiran likers tersebut ada stalker. Yang ada dibenaknya;

"Ini siapa???" tanya Fikar penasaran dalam hati.

Setiap notifikasi yang muncul, akan terlihat preview gambar profil pemilik akun. Dari deretan-deretan notifikasi itu Fikar hanya fokus pada satu akun. Preview gambar profil pemilik akun juga menambah kegusaran hati Fikar. Katanya dalam hati, “Cantik!”

Dari situ mulailah Fikar menelusur akun tersebut. Putaran-putaran buffer membuatnya tambah gregetan ingin segera mengetahui siapakah pemilik akun tersebut. Ia merasa putaran buffer seakan berputar sudah lebih dari satu jam!, padahal 10 detik juga belum lewat. “Ah, lama sekali!” ketusnya dalam hati.

Akun tersebut blank alias putih tak berwarna. Tak ada apa-apa kecuali gambar profil yang tak bisa diperbesar dan sebuah tombol follow. Tak pikir panjang otaknya langsung memberikan instruksi ke syaraf-syaraf yang langsung membuat bertekuk lutut otot jari jempul yang kemudian menekan tombol ‘follow’.

Dari situ kisah ini dimulai!



*****
Tulisan ini hanyalah fiktif belaka dan akan menjadi cerita yang bersambung. Untuk melihat sambungan ceritanya, silahkan teman-teman masuk ke label "Sudah Saatnya!"
Read More