Dua
kabar baik menghampiri saya:
- Diterima menjadi mahasiswa baru pascasarjana ITB prodi Elektro
- Diterima kerja sebagai Manager HR PT Indofood ICBP Indonesia
Dua-duanya
diterima dalam waktu yang sama; pekan yang sama (pekan ke-2), bulan yang sama
(bulan Juli), dan pada tahun yang sama (2014). Dan pada akhirnya saya terlibat
dalam kebingungan. Kebingungan memilih diantara keduanya. Layaknya sang pangeran yang akan memilih pasangannya.
Memilih antara pasangan yang berilmu ataukah pasangan yang pekerja keras.
Sejak
awal, sejak jauh-jauh hari sebelum lulus sebagai sarjana, saya sudah
mencanangkan akan melanjutkan studi di luar negeri. Satu hal di benak saya hanyalah Liverpool –
England. Mungkin terlalu berlebihan memilih negara itu sebagai destinasi
selanjutnya, karena sejatinya saya memilih negara itu hanya gara-gara saya
adalah salah satu fans berat klub sepakbola Liverpool FC (I guaranted u know
this J).
Hahaha.. naif memang. Tapi apa daya, nasi telah menjadi bubur. Saya telah jatuh
hati. Disetiap kesempatan saya selalu menuliskan kata ‘liverpool’. Apapun itu
saya tetap menulisnya. Orangtua, Kakak, Adik, Om, Tante, bahkan teman-teman
kuliah dan pondok sangat paham sekali bila saya sangat ingin sekali pergi
kesana. Kata Liverpool tersebar luas di berbagai sudut di kamar saya, tembok,
kalender, laptop, buku, hingga lemari. Well, it’s my way,,,
Lambat
laun, akhirnya pikiran saya semakin terbuka. Saya sangat sadar sekali akan
keterbatasan dan kemampuan. Bahasa inggris saya tak ada perubahan yang cukup
signifikan. Ini yang saya sangat sesali.
Empat tahun kuliah seperti tak ada perubahan sama sekali L
Kemudian
datanglah negara Jepang menyalami. Saya berkenalan dengan YUI, penyanyi solo
perempuan dengan gitar akustik miliknya. Saya langsung jatuh hati kepada Jepang
di saat petikan gitar pertama. Alunan musiknya begitu menggambarkan suasana
kota Tokyo, suasana nuansa sekolah, masa-masa kuliah, dan masalah percintaan.
Saya pun mulai menelusuri negara ini. Aduhai... sungguh elok nian negara ini.
Andai aku bisa bersekolah disana. Negara yang cepat, bersih, santun, dan cerdas
begitu cocok dengan kepribadian saya. Cocok banget! Sampai pada akhirnya
kutambahkan tulisan disebelah kata liverpool dengan kata Jepang J Boleh, bukan?
Tibalah di penghujung tahun 2013. Ada tawaran student exchange ke Jepang. Hati saya
berkata, “Cobalah, mungkin ini takdirmu!”. Saya pun memberanikan diri mendaftar
dengan berlatar belakang almamater saya. Mendaftar tanpa persiapan matang. Ya!
T.A.N.P.A! Lambat laun, proses seleksi berjalan. Hingga pada akhir bulan
Januari saya dinobatkan menjadi salah satu kandidat yang berhak berangkat ke
Jepang. Syukur alhamdulillah, saya masuk
kedalam seleksi akhir. Seleksi akhir adalah seleksi yang sangat mendebarkan,
karena pada seleksi ini semua peserta akan di wawancara oleh professor. Saya
pun menyiapkannya hingga matang. Dari mengumpulkan soal-soal yang sering
diutarakan, profil Jepang, hingga saya pun diam-diam mentranslate jawaban
persiapan saya untuk jaga-jaga bila nanti ditanya dengan menggunakan bahasa
inggris, hehe..
Proses
seleksi berjalan dan hasilnya pun keluar selang dua hari kemudian. Kalian
pernah mendengar istilah “Jangan kalian kira yang baik menurut kalian itu baik
menurut Allah, dan sebaliknya.”. Seperti istilah tersebut, mungkin ini yang terbaik
dari Allah. Saya belum pantas menginjakkan kaki disana. Pasti ada hal yang
lebih baik dari itu. Itulah jawaban hasil seleksi yang saya terima. Saya legowo
dan saya bukannya loyo. Malahan tambah semangat, karena saya tahu dimana
kelemahan saya J
Ganbatte!
Dari
pengalaman tersebut, saya mulai gencar mencari beasiswa kesana-kemari, ngemis
kesana-kemari. Membuka facebook hanya untuk melihat notifikasi dari grup
beasiswa, membuka twitter untuk mencari beasiswa. Setiap ada beasiswa yang
menarik, saya bookmark lalu saya pelajari apa saja yang perlu dipersiapkan.
Semuanya berbarengan dengan proses pengerjaan skripsi. Semakin saya mencari
semakin saya ingin cepat lulus, hahaha..
Well,
tepatnya bulan Maret 2014, saya pun mencoba beasiswa S2 ke Korea Selatan dan
Turki. Untuk yang Turki, hanya lolos hingga tahap awal, hehe. Maklum, seperti
yang Jepang, persiapan saya kurang, terutama bahasa inggris.
Namun,
untuk yang Korea Selatan saya sangat bersungguh-sungguh. Dua beasiswa saya
ajukan. Beasiswa pertama saya ajukan dan mendapat respon positif. Namun sayang,
saat itu saya belum sidang. Well, kesempatan itu hilang begitu saja L Beasiswa yang kedua,
saya mencoba melewati jalur professor. Alhamdulillah, juga mendapat tanggapan
positif. Namun, saya terkendala dengan ijazah yang tak kunjung keluar. Padahal
akhir maret proses seleksi mengharuskan ijazah sudah harus dikirim. Apa lacur,
komplain saya kepada pihak universitas meminta ijazah untuk disegerakan seperti
bertepuk sebelah tangan. Padahal dengan ijazah itu bisa dipastikan saat ini
saya pasti sudah ada di negeri gingseng, karena professor disana siap
mensponsori saya L
Lagi-lagi, ini pasti rencana terbaik dari Allah. I know it!
Saya
sempat putus asa. Tak tahu lagi harus kemana. Saat itu seperti tak ada jalan
lain. Karena disaat yang bersamaan pada bulan April semua beasiswa sudah mulai
ditutup. Duh!
:::: To Be Continue, yaa!::::