Kulihat ia kembali tiba pagi ini.
Keringat peluhnya ia hapus dengan handuk kusamnya.
Tampak sekali ia kelelahan pagi-pagi seperti ini.
Dimana sebagian besar orang masih memilih untuk bersiap diri.
Ia tolehkan lengan kepalanya ke kanan dan ke kiri.
Berharap ada yg tertarik mencoba racikan yang saat ini sedang dibawanya.
Kuperhatikan dari balik tirai.
Hatiku berdegub.
Tersedak.
Kupikir aku adalah manusia yang paling tidak bersyukur.
Bagaimana tidak?
Aku, mungkin, dipikiran banyak orang, bekerja dengan sangat nyaman.
Memakai kemeja sambil sibuk dibalik meja ditambah berhawakan angin mesin nan sejuk menggoda.
Aku terkadang masih suka mengeluhkan pekerjaan.
Andai saat ini aku berada di posisi pemuda itu.
Harus berpeluh-peluh.
Berangkat pagi-pagi.
Memanggul gerobaknya.
Sambil berjalan kaki.
Sambil sering mengusap keringat yg kadang mencubit mata.
Harus merasakan betapa sulitnya orang lain mencari nafkah.
Ya Allah, terima kasih ya Allah..
Terima kasih pagi-pagi telah mengajarkanku cara untuk selalu bersyukur pada-Mu
Semoga Engkau memberikan yang terbaik kepada abang penjual lontong sayur tersebut.