Kemarin, tepatnya hari Jum’at, 12
Agustus 2016, saya kembali harus melepas kepergian rekan-rekan magang. Selama
dua tahun bekerja, sudah beberapa kali saya menerima kedatangan rekan-rekan
magang dari kampus yang sebulan kemudian biasanya selesai lalu pulang.
Kali ini rekan-rekan magang yang
kebetulan (atau terpaksa ya? Haha) ditempatkan di lokasi bekerja saya, harus
pulang kembali ke kampus mereka. Sedih? Enggak sih.. Cuma ya gimana gitu. Wong
seumuran (*ngarep), udah kadung deket. Terus manggilnya cuma mas sama adek,
nggak ada pak pak-an. Contoh:
”Dek, abang malam ini telat pulang ya?”
“Loh? Sejak kapan mas aku nikah sama kamu?”
Ehehehe.. salah.. Ya maksudnya
kita saling sapa sudah seperti temen. Nggak pake resmi-resmian. Secara, saya
sebenarnya risih juga klo dipanggil ‘bapak’. Apalagi klo tahu umurnya nggak
beda jauh. Kayaknya udah tua banget gitu . Jadi ketika mereka pamit pulang,
jadi semacam acara perpisahaan terselubung. Pas gelap-gelap minta pamit. Hehehe.
Meskipun saya sama anak magang
nggak satu ruangan, tapi saya sering.. emm.. jarang juga sih.. ya tengah-tengah
deh.. godain temen-temen magang. Tujuannya ya biar bisa mencairkan suasana. Sesekali
saya coba guyoni pakai hati, biar baper.. wkwkwk
“Dek, udah sholat belum?”
“Belum mas,”
“Mau di imamin nggak?”
“Iya mas boleh.”
“Ya udah cepetan kita kemas-kemas,”
“Lho kok kemas-kemas mas? Bukannya
tadi ngajakin solat?”
“Iya, maksudnya itu kita kemas-kemas
terus pergi ke KUA. Kan tadi katanya mau diimamin?”
“Huwoooo..!!! tak pentung kamu
mas!”
*kabooorr*
Dua anak magang yang berpisah
kali ini berasal dari kampus UNS yang katanya kereeenn! *yakin??*. Jurusan yang
terpaksa mereka tempuh adalah psikologi.
Menurut saya, jurusan psikologi itu jurusan yang nggak bener. Kok? Iya, mereka
itu diajarkan yang nggak bener sama dosennya. Maksudnya? Iya, mereka diajarin
cara ngebaca orang.
Bayangkan saudara-saudara
sekalian, bila kalian baru dekat, baru kenal, tiba-tiba kalian dibilang sama
anak jurusan psikologi dengan julukan “orang pelit!”. Oh my God, hal itu
terjadi pada saya.
Jadi ceritanya gini. Selepas jam
lima sore, dimana jam kerja sudah over alias selesai, saya iseng main ke tempat
anak-anak magang.
“Eh Dek, bisa nggak baca tulisan tangan?”
“Bisa mas!”
“Yakin??”
“Wani piro?”
“Duh kah,,, iki lho mek enek 2.000 gelem ora?”
“Yo wis mas, lumayan gawe numpang adus ndek spbu.”
Habis itu, buru-buru saya
langsung ambil selembar kertas dan pena lalu menuliskan surat cinta saya kepada
mereka. Hehehe.. Selesai nulis, saya serahkan lembar kertas tersebut kepada
mereka. Dan mereka hanya butuh waktu 2 detik
untuk menuduh saya adalah orang ‘PELIT’!
#GLEK!
“Masa sih?”
“Iya, mas Daus orangnya ‘PELIT’.”
“Kalian nggak salah baca atau tafsir gitu? Kali aja pas belajar lagi
ngantuk?”
“Enggak kok mas, dari tulisannya mas Daus itu beneran ‘PELIT’”
#OHMYGOD
Saya ulang tiga kali, dan
hasilnya tetap sama.
“Mas Daus ‘PELIT’!!!”
“Mas Daus ‘PELIT’!!!”
“Mas Daus ‘PELIT’!!!”
#LANGSUNGPINGSAN tapi bangun lagi
pas denger adzan, habis itu ngacir pergi ke musholla.
Tuh kan, bener. Hanya dengan
tulisan mereka bisa menjudge seseorang. Ck. Ck. Ck. Padahal saya itu orangnya
bukan pelit. #ehminipembelaan. Saya hanya selektif ketika mengeluarkan uang.
Mana yang prioritas, mana yang lebih dibutuhkan, disitu uang saya keluar.
Dan yang saya tahu, mereka
menyebut saya ‘PELIT’ hanya gara-gara saya nulis huruf ‘g’ mirip angka sembilan.
Cuma itu? Iyaa!!! Gara-gara huruf ‘g’ mirip angka sembilan, maka saya jamin kalian
akan dituduh orang yang pelit. Oh nooooo…
ilmu macam apa ini??
Well, secara keseluruhan saya
suka dengan mereka. Meskipun kami akrab seperti temen, namun mereka tetap
menjaga norma-norma dalam dunia kerja. Mereka tetap sopan dan santun, meskipun
mereka suka ngabisin stock emmi *buka aib*. Hehehe
Ada juga momen ketika saya
berkunjung ke kontrakan mereka. Diminta betulin laptop, tapi gratisan.
Ditanyain ini itu, ‘ditawarin’ kenalan sama temen mereka juga meskipun pada akhirnya
saya tolak secara halus karena suatu hal yang tak akan saya ceritakan disini.
Kepanjangan woyy!
At least. Mereka sekarang sudah
pulang lagi ke Solo. Tempat yang belum pernah saya kunjungi. Seperti apa Solo
itu saya juga tidak peduli. Yang akan saya ingat adalah disana pernah ada dua
anak magang yang pernah tersasar di lokasi kerja saya. Selalu ceria,
ketawa-tawa, dan rela cuma dibayar sama emmi (makanan favorit mereka selama
disana).
Semoga sukses kawan! Tak ada
proses yang sia-sia. Semangat selalu! Karena hidup tak semata-mata hanya ujian,
tapi juga ada pujian.
Satu lagi.. Jangan lupa nikah! Hehehe
Abaikan orang laki di sebelah kiri. hehehe.. |
Sr. Firdaus Iping