Sabtu, 11 Januari 2020

Selamat Datang Buah Hati Kami


Pada tanggal 8 Jumdil Akhir 1441H bertepatan dengan 5 Desember 2019, kami berdua mendapatkan kado terindah di tahun ketiga pernikahan. Kado seorang bayi tampan yang kami beri nama Muhammad Nabil Zulfiqar. Alhamdulillah, Allah Maha mendengar dan Maha mengetahui apa yang menjadi keinginan kami selama ini.

Saya menulis ini sudah bertepatan dengan umurnya yang sudah mencapai 1 bulan 6 hari. Banyak pengalaman baru yang kami rasakan sebagai orangtua, khusunya saya sebagai seorang Ayah.

Beberapa kali saya membaca arktikel dan buku tentang parenting, bahwa pentingnya peran seorang ayah terhadap anak. Tidak melulu urusan anak ada tanggungjawab ibu, tapi juga ayah memiliki tanggungjawab yang lebih besar, dunia akhirat.

Jika melihat perkembangan Nabil sudah sepesat ini, saya merasa harus memastikan bahwa saya tidak boleh kehilangan satu momen pun dari tumbuh kembang anak ini. Momen yang sangat berharga, yang tak akan terulang kembali jika ia sudah tumbuh dewasa.

Ada saat dimana saya ingin me time selepas pulang kerja dengan bermain gadget ataupun menonton berita tv, tapi melihat bunda dan Nabil rasanya tak adil jika saya tak memberi porsi kepada mereka. Hingga pada akhirnya saya lebih memilih untuk mengalah demi memberi waktu dan momen berharga untuk mereka.

Untuk Bunda, ayah mengucapkan rasa terima kasih yang mendalam karena terus bersabar dan tetap semangat meski waktu ayah hanya sebentar. Sabar menanti Nabil, sabar menjaganya saat menjadi janin, hingga sampai saat ini sabar memberikan porsi waktu untuk untuk tumbuh kembang Nabil. Ayah banyak belajar dari bunda dalam arti dan cara bersabar.

Untuk Nabil, ayah senang kamu hadir ditengah-tengah kita berdua. Ayah doakan kamu menjadi anak yang sholeh, patuh kepada Bunda dan Ayah. Ayah punya komitmen padamu nak, "Ayah akan memastikan diri ayah menjadi partenermu hingga dewasa nanti. Memastikan kamu menjadi anak yang sholeh sukses dunia akhirat.

Ayah loves both of You, Bunda & Nabil

Bunda & Nabil (5 hari)

Read More

Sabtu, 21 April 2018

Consumer Goods to Otomotif

Hii!! Lama juga ya nggak nulis. Sudah hampir sekitar 2 tahun yang lalu. Postingan terakhir saat bulan September 2016. ckckckckck... Lama juga ternyata.

Kali ini saya akan bercerita tentang kejadian beberapa hari terakhir yang saya alami. Nggak jauh-jauh dari masalah pekerjaan. Ya,, lebih tepatnya saya resign  dari perusahaan Consumer Goods ke perusahaan Otomotif yaitu PT. SGMW Motor Indonesia.

Mungkin teman-teman semua masih asing dengan nama PT tersebut. Saya juga awalnya asing ketika mendapat tawaran dari perusahaan itu. Saya cari-cari berita tentang perusahaan itu di dunia maya. Tidak terlalu banyak informasi yang saya dapatkan. Tapi dari situ saya tahu bahwa PT. SGMW Motor Indonesia tersebut memproduksi Mobil buatan China. Mungkin sudah ada yang pernah lihat iklan-iklan mobil Cortez dan Confero yang beberapa bulan terakhir sliweran di TV? Ya, dua tipe mobil tersebut adalah hasil produksi PT. SGMW Motor Indonesia.

PT. SGMW Motor Indonesia terletak di Kawasan Industri GIIC (Greenland International Industrial Center ) Kecamatan Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi. Lokasi berdekatan dengan pemda Kab. Bekasi. Bagi yang sering ke arah Pemda Kab. Bekasi, maka harusnya kawasan GIIC tak asing lagi bagi kalian. Perusahaan yang didirikan diatas tanah seluas 60 ha dengan nilai investasi 700 juta Dollar atau setara 9 Trilliun, menjadikan salah satu perusahaan otomotif yang menjanjikan. Bagaimana tidak? dengan nilai yang begitu besar tidak mungkin akan cabut / gulung tikar begitu saja dari Indonesia dalam jangka minimal 5 tahun kedepan.

Perusahaan ini diresmikan pada pertengahan tahun 2017, kalo nggak salah 11 Juli 2017, oleh bpk. Yusuf Kalla yang menjabat sebagai wakil presiden RI. Didampingi pula Bpk. Aher ( Gubernur Jawa Barat ) dan Bpk. Airlangga Hatarto ( Menteri Perindustrian ). Meski diresmikannya tahun 2017, sebenarnya perusahaan ini sudah mulai dibangun tahun 2015. Tahun depannya atau 2016, karyawan sudah mulai bergabung dengan perusahaan ini. Sampai dengan tahun 2018, karyawan PT. SGMW Motor Indonesia sudah berjumlah 900 karyawan, dan akan terus bertambah.

Ruang Interview / Meeting Room


FYI, awalnya saya juga ragu join dengan PT. SGMW Motor Indonesia atau bisa orang kenal PT. Wuling. "Ini bener nggak sih? jangan-jangan ntar bangkrut lagi kaya Jia*ing..". Apalagi kita punya streorif negatif dengan barang China ataupun perusahaan China. Namun setelah saya tiba untuk proses tahap pertama wawancara hati saya langsung berkata,"Wah,, ini mah gede banget, bagus lagi tempatnya. Nggak bakalan kabur 3-4 tahun kedepan!". Menurut saya, bagus kok buat jenjang karir. Dari segi benefit juga oke ( khususnya karyawan kantoran ). Apalagi ini perusahaan baru. Tidak ada senioritas ( subjektif ). Karena rata-rata karyawannya yang sudah berpengalaman yang diajak join dan angkatan paling senior baru masuk tahun 2016. Kesempatan!

Well, sementara sampai sini dulu ya infonya. Next saya mau ceritakan kehidupan kerja disana seperti apa dan bagaimana? See u!
Read More

Jumat, 23 September 2016

Curhat Jam Kerja

If you know, kerja disini itu tidak seperti yang dibayangkan sebelumnya. Dulu, waktu masih kuliah mikirnya kerja kantoran itu enak, santai, duit banyak. Berangkat pagi pulang sore. Nggak kena shift. Pagi pamit sama keluarga, sore disambut senyum bahagia. Karena pulang sore, maka bisa ini bisa itu. Misal, punya bisnis sampingan, bisa di handle setelah pulang kerja sampai jam 8 malam. Ngehandle dari rumah aja, kan bisnis online. Bisa ngajarin anak istri ngaji. Bantuin anak ngerjakan pr, jadi nggak panggil-panggil guru private. Bantu-bantu istri menyelesaikan pekerjaan rumah, jadi nggak perlu panggil pembantu rumah tangga. Well, itu angan-angan ketika dulu masih kuliah.

Sekarang apa mau dikata. Kenyataan tak sesuai dengan harapan. Mungkin terlalu berharap jadinya ya kecewa. Tapi tak apa, namanya garis takdir tak ada yang tahu. Kita hanya bisa memperbarui apa yang perlu diperbarui dan memperbaiki apa yang perlu diperbaiki.

Saya, meskipun secara jadwal kerja bekerja 8 jam perhari, namun kenyataannya lebih dari itu. Jadwal kerja dimulai dari jam 8 hingga jam 5 sore dengan 1 jam istirahat. Saya selalu masuk sebelum jam kerja. Biasanya setengah jam sebelumnya saya sudah standby di meja kerja. Kenapa nggak on time aja datengnya? Karena saya tipe orang yang sangat menghargai waktu (*tssaahh). Sengaja spare setengah jam untuk menutupi kekurangan jam kerja. Misal, selama bekerja nanti kan pasti ada jalan ke toilet, ke dapur bikin kopi, atau mungkin kepotong solat ashar selama 15 menit. Semua itu kan motong delapan jam tadi. Jadi ya, saya berusaha agar delapan jam kerja itu kalo dihitung benar-benar bekerja. Nggak kepotong ini itu. Jadi pas. Gaji yang saya terima ya pas. Nggak korupsi. hehehe

Kalo dirata-rata perhari saya berada di kantor selama 11-12 jam. So, saya menghabiskan waktu hampir setengah hari di kantor. Itu artinya saya menghabiskan setangah hidup saya di kantor. Dan itu salah satu alasan terbesar yang menyebabkan saya yang hingga kini hidup menjomblo.. lho? hahahaha


By the way saya lanjutkan nanti.. mau pulang dulu.
Read More

Kamis, 08 September 2016

Kamu Kenapa?

“Kamu lagi kenapa sih?” Ada yang salah dengan sikapku?”

Dua pertayaan darimu. Well, aku beritahu rahasia kecil. Perempuan kadang butuh pertanyaan pancingan untuk memulai, untuk menceritakan dan terus terang tentang apa yang dirasakannya. Tak ada makhluk yang lebih pintar dalam hal memendam rasa selain perempuan. Jadi, untuk kalian para lelaki, jangan bersikap bodoh dengan menunggu sambil berharap perempuan yang memulai terlebih dahulu. Terutama dalam hal perasaan. Itu karena perempuan dilindungi Tuhan dengan rasa malu. Dan kali ini, umpanmu sangat tepat!

“Banyak.” Jawabku sambil cemberut, dan kamu tersenyum tanpa dosa.

“Kenapa?” Lagi-lagi pertanyaanmu sangat tepat, dan meluncurlah semua yang sedang kurasakan terhadap kamu. Kamu hanya diam mendengarkan, sudah cukup berpengalaman menghadapiku kalau sedang begini.

“Maaf sih.” Jawabmu singkat setelah aku puas mengungkapkan semuanya, setelah aku terdiam kehabisan kata-kata. Enak ya, hanya tinggal minta maaf saja. Nggak semua kesalahan bisa selesai dengan kata maaf tahu! Aku diam tak menanggapi, sampai kata-katamu selanjutnya.

“Aku begitu, karena aku pikir kamu sudah mengerti aku. Kalau kita sudah mengerti, kita tidak perlu tahu semuanya, bukan? Sebagaimana aku yang tak terlalu memaksakan diri untuk mengetahui semua tentang kamu. Toh, lama-lama juga akan tahu dengan sendirinya, kan? Kalau akunya sudah mengerti kamu, aku akan menerima apapun tentang kamu, walaupun itu adalah hal yang belum aku ketahui, atau baru aku ketahui nanti-nanti. Sebaliknya, kalau kita belum mengerti, sebanyak apapun yang kita ketahui tentang orang lain, belum tentu kita bisa menerimanya. Dan menurutku, mengerti dan menerima itu yang jauh lebih penting dari sekedar tahu.”

“..”

“Tapi, kalau kamu bilang aku belum ngertiin kamu dengan cara begitu, kamu benar. Karena yang menilai dan menentukan apakah aku ngertiin kamu apa nggak itu ya kamu. Bukan aku. Walaupun aku sudah berusaha sekuat tenaga untuk ngertiin kamu.”

“..”

“Iya deh, aku akan berusaha lebih keras lagi untuk mengerti kamu. Kalau memang kamu harus tahu, kamu tinggal bertanya apa yang perlu kamu ketahui dariku. Tapi coba deh pikirin lagi, kalau mengerti harus diminta, namanya bukan pengertian lagi, bukan? Tapi tuntutan. Dan sekecil apapun sebuah tuntutan, akan menjadi beban untuk yang menuntut dan dituntut. Aku tak mau kita saling membebani. Aku berharap kita bisa saling mengerti. Tapi mengerti dengan alami. Bukan karena keharusan, bukan juga karena tuntutan. Dan untuk itu, kita butuh waktu. Kita butuh proses. Kita butuh saling terbuka. Semoga kita bisa ya.”

“..”

“Kalau kita sudah bebar-benar saling ngerti, harusnya tak ada yang perlu mengalah. Karena memang tak perlu ada yang menang ataupun kalah. Ya, mengerti saja. Tahu menempatkan diri. Toh kita saling melengkapi juga memiliki, bukan? Apa yang baik buat kamu, harusnya aku ikut bahagia. Begitu juga sebaliknya. Jadi bukan mengalah, tapi saling membantu. Dan saling membantu akan membuat kita lebih kuat. Bukannya lelah.”

“..”

***
Kamu ituh ya, memang penuh kejutan. Sedari tadi aku cuma diam meresapi kata-katamu itu. And I got the point, bahwa menuntut orang lain buat ngertin kita itu tanda kalau kita belum ngertiin dia. Dan itu aku banget. Aduh, jadi malu. Gimana dong? Ada yang tahu caranya menghilang seketika, nggak? Atau ada yang punya nomor teleponnya Doraemon? Mau pinjam pintu ajaibnya. Anybody help me, please!

Ya udah deh, kalau nggak ada. Sembunyi di pelukan kamu aja.


***Ketika Aku dan Kamu Menjadi Kita***
Read More

Jumat, 02 September 2016

Siapapun Kamu

Adalah tunggu, ruang yang selama ini tertata rapi di hatiku, menanti kehadiran sosokmu yang entah akan seperti apa. Awalnya, aku kira, menunggu adalah pekerjaan yang membosankan. Namun seiring berjalannya waktu, aku baru mengerti bahwa menunggu adalah salah satu kebijaksanaan yang diajarkan Tuhan. Iya, Tuhan selalu lebih tahu waktu yang paling tepat, bukan? Kita hanya harus menunggu sampai waktu yang tepat itu tiba. Entah berapa ratus, ribu, atau bahkan jutaan detik lagi. Entah di bilangan hari, bulan dan tahun keberapa. Tapi saat itu pasti akan datang. Seperti ketetapan-Nya yang tak pernah salah.

-Ketika Aku dan Kamu Menjadi Kita-
Read More

Minggu, 14 Agustus 2016

Anak Magang

Kemarin, tepatnya hari Jum’at, 12 Agustus 2016, saya kembali harus melepas kepergian rekan-rekan magang. Selama dua tahun bekerja, sudah beberapa kali saya menerima kedatangan rekan-rekan magang dari kampus yang sebulan kemudian biasanya selesai lalu pulang.

Kali ini rekan-rekan magang yang kebetulan (atau terpaksa ya? Haha) ditempatkan di lokasi bekerja saya, harus pulang kembali ke kampus mereka. Sedih? Enggak sih.. Cuma ya gimana gitu. Wong seumuran (*ngarep), udah kadung deket. Terus manggilnya cuma mas sama adek, nggak ada pak pak-an. Contoh:

”Dek, abang malam ini telat pulang ya?”

“Loh? Sejak kapan mas aku nikah sama kamu?”

Ehehehe.. salah.. Ya maksudnya kita saling sapa sudah seperti temen. Nggak pake resmi-resmian. Secara, saya sebenarnya risih juga klo dipanggil ‘bapak’. Apalagi klo tahu umurnya nggak beda jauh. Kayaknya udah tua banget gitu . Jadi ketika mereka pamit pulang, jadi semacam acara perpisahaan terselubung. Pas gelap-gelap minta pamit. Hehehe.

Meskipun saya sama anak magang nggak satu ruangan, tapi saya sering.. emm.. jarang juga sih.. ya tengah-tengah deh.. godain temen-temen magang. Tujuannya ya biar bisa mencairkan suasana. Sesekali saya coba guyoni pakai hati, biar baper.. wkwkwk

“Dek, udah sholat belum?”

“Belum mas,”

“Mau di imamin nggak?”

“Iya mas boleh.”

“Ya udah cepetan kita kemas-kemas,”

“Lho kok kemas-kemas mas? Bukannya tadi ngajakin solat?”

“Iya, maksudnya itu kita kemas-kemas terus pergi ke KUA. Kan tadi katanya mau diimamin?”

“Huwoooo..!!! tak pentung kamu mas!”

*kabooorr*

Dua anak magang yang berpisah kali ini berasal dari kampus UNS yang katanya kereeenn! *yakin??*. Jurusan yang terpaksa mereka tempuh  adalah psikologi. Menurut saya, jurusan psikologi itu jurusan yang nggak bener. Kok? Iya, mereka itu diajarkan yang nggak bener sama dosennya. Maksudnya? Iya, mereka diajarin cara ngebaca orang.

Bayangkan saudara-saudara sekalian, bila kalian baru dekat, baru kenal, tiba-tiba kalian dibilang sama anak jurusan psikologi dengan julukan “orang pelit!”. Oh my God, hal itu terjadi pada saya.
Jadi ceritanya gini. Selepas jam lima sore, dimana jam kerja sudah over alias selesai, saya iseng main ke tempat anak-anak magang.

“Eh Dek, bisa nggak baca tulisan tangan?”

“Bisa mas!”

“Yakin??”

“Wani piro?”

“Duh kah,,, iki lho mek enek 2.000 gelem ora?”

“Yo wis mas, lumayan gawe numpang adus ndek spbu.”

Habis itu, buru-buru saya langsung ambil selembar kertas dan pena lalu menuliskan surat cinta saya kepada mereka. Hehehe.. Selesai nulis, saya serahkan lembar kertas tersebut kepada mereka. Dan  mereka hanya butuh waktu 2 detik untuk menuduh saya adalah orang ‘PELIT’!

#GLEK!

“Masa sih?”

“Iya, mas Daus orangnya ‘PELIT’.”

“Kalian nggak salah baca atau tafsir gitu? Kali aja pas belajar lagi ngantuk?”

“Enggak kok mas, dari tulisannya mas Daus itu beneran ‘PELIT’”

#OHMYGOD

Saya ulang tiga kali, dan hasilnya tetap sama.

“Mas Daus ‘PELIT’!!!”
“Mas Daus ‘PELIT’!!!”
“Mas Daus ‘PELIT’!!!”

#LANGSUNGPINGSAN tapi bangun lagi pas denger adzan, habis itu ngacir pergi ke musholla.

Tuh kan, bener. Hanya dengan tulisan mereka bisa menjudge seseorang. Ck. Ck. Ck. Padahal saya itu orangnya bukan pelit. #ehminipembelaan. Saya hanya selektif ketika mengeluarkan uang. Mana yang prioritas, mana yang lebih dibutuhkan, disitu uang saya keluar.

Dan yang saya tahu, mereka menyebut saya ‘PELIT’ hanya gara-gara saya nulis huruf ‘g’ mirip angka sembilan. Cuma itu? Iyaa!!! Gara-gara huruf ‘g’ mirip angka sembilan, maka saya jamin kalian akan dituduh orang yang pelit. Oh nooooo… ilmu macam apa ini??

Well, secara keseluruhan saya suka dengan mereka. Meskipun kami akrab seperti temen, namun mereka tetap menjaga norma-norma dalam dunia kerja. Mereka tetap sopan dan santun, meskipun mereka suka ngabisin stock emmi *buka aib*. Hehehe

Ada juga momen ketika saya berkunjung ke kontrakan mereka. Diminta betulin laptop, tapi gratisan. Ditanyain ini itu, ‘ditawarin’ kenalan sama temen mereka juga meskipun pada akhirnya saya tolak secara halus karena suatu hal yang tak akan saya ceritakan disini. Kepanjangan woyy!

At least. Mereka sekarang sudah pulang lagi ke Solo. Tempat yang belum pernah saya kunjungi. Seperti apa Solo itu saya juga tidak peduli. Yang akan saya ingat adalah disana pernah ada dua anak magang yang pernah tersasar di lokasi kerja saya. Selalu ceria, ketawa-tawa, dan rela cuma dibayar sama emmi (makanan favorit mereka selama disana).

Semoga sukses kawan! Tak ada proses yang sia-sia. Semangat selalu! Karena hidup tak semata-mata hanya ujian, tapi juga ada pujian.

Satu lagi.. Jangan lupa nikah! Hehehe

Abaikan orang laki di sebelah kiri. hehehe.. 




Sr. Firdaus Iping
Read More

Senin, 01 Agustus 2016

Dikejar Impian

Tulisan ini merupakan bagian dari project sambung-menyambung tulisan yang saya tulis bersama kak Dian Yuni Pratiwi dan Novie Octavia. Tulisan sebelumnya bisa dilihat di label #ProjectMenulis



Siang itu Zaki, karyawan swasta di salah satu perusahaan yang berada di ibu kota, sedang melangkahkan kakinya menuju dapur. Biasanya setelah istirahat makan siang dia punya jadwal khusus, jadwal untuk membuat kopi hitam mengkilat! Ia tak pernah meminta untuk dibuatkan kopi secara khusus kepada officeboy. Alasannya satu, “Manis!” Pernah suatu kali ia dibuatkan kopi dan rasanya terlalu manis, saking manisnya sampai menyaingi kecantikan resepsionist di lobby depan.

“Tuuuuuuutttt….!” 

Suara panci membahana ke seluruh ruangan dapur. Tanda air yang dimasak sudah matang. Sambil menunggu suhu air panas mendidih itu turun, Zaki mulai meracik kopi khas miliknya. Ia menakar-nakar jumlah kopi yang akan dia pakai. Jika kodisinya mengantuk, ia tambahkan dosisnya agak banyak. Jika kondisinya hanya ingin ‘cuap-cuap’ alias biar mulut nggak cari-cari camilan, takarannya hanya setengah sendok makan.

Saat Zaki sedang asik dengan kopinya, datanglah seorang office boy mendekati dirinya, lalu menyapanya.

“Ngapain, Pak?” sapa office boy itu
“Ini lagi ngulek sambel, Mas.”
“Ehehehe.. bapak bisa aja.”
“Yeee.. lagian udah tau saya lagi bikin kopi malah tanya.”
“Eh, Pak. Saya boleh tanya nggak?”
“Monggo. mau tanya apa?”
“Tapi ini seriusan lho pak. Bapak kan biasanya jawab pake ketawa-tawa gitu”
“Iya,, iya,, hehe,, emang mau tanya apa mas?”
“Pak, gimana ya hukumnya kalo saya sebulan ini belum kasih apa-apa ke istri?” 

Office boy itu umurnya sebelas duabelas dengan Zaki. Hanya selisih setahun lebih tua. Ia sudah memiliki seorang anak dan istri yang sangat ia cintai.

“Maksudnya?” air panas sambil Zaki tuangkan ke dalam cangkir.
“Iya pak, gaji saya sudah sebulan lebih belum turun.” jelasnya office boy itu kemudian
“Eh? Beneran?” jawab Zaki penuh iba. Wajahnya kemudian langsung ia palingkan dari hadapan cangkir kearah office boy itu. Ia tatap betul-betul wajah office boy itu. Dalam hatinya Zaki berkata ‘kasihan’.

Di kantor Zaki tenaga office boy memang diambil dari outsourching. Kejadian ini bukan kali ini saja terjadi, bahkan sudah beberapa kali. Kadang pernah sampai dua bulan gaji belum turun. Jadi ibarat orang kerja sampai keringat bercucuran, kering, keringat lagi, sampe kering lagi, dst sampai mungkin keringatnya nggak bisa keluar lagi tapi upah belum dibayar-bayar. Kasihan kan.
“Iya pak, itu hukumnya gimana ya?”

“Emm, Saya bantu jawab ya.. Saya kan bukan ustad mas. Tapi selama mas nya punya niatan dan berusaha sekuat mungkin mencari nafkah untuk keluarga mas nya, insyaAllah yang seperti ini bisa dibilang ujian buat mas nya.”

“Gitu ya pak?”
“Iya, kalau saya nangkapnya seperti itu mas. Yang sabar ya?” 

Sebenarnya Zaki nggak tega juga ngomong seperti itu. Ingin sekali ia membantunya.

“Bapaknya katanya dulu mau buka usaha, ajak saya ya, Pak?”
“Saya pokoknya mau ikut bapak, disuruh jualan apa aja saya mau deh.”
“Eh? Mas nya serius ngomong gitu?”
“Lah iya pak, serius saya.”
“Saya kan kerjanya kena shift nih, Pak. Kalo malam masuk, saya bisa jualan pagi. Kalo pagi masuk, saya bisa jualan malam.”
“Hmm. gitu ya.”
“Iya pak, buruan dibuka ya pak usahanya”

Zaki terdiam. Kejadian siang itu membuatnya tersedak. Matanya terbelalak. Ia kembali ingat akan impiannya memiliki sebuah rumah makan tradisional terkenal.

***

         Jam menunjukkan pukul 19.00 WIB. Zaki masih di kantor, merapikan beberapa kertas berserakan di atas mejanya. Sambil tangannya bergerak-gerak menyimpan tumpukan-tumpukan kertas pada tempatnya, Zaki berpikir, “Mengapa aku perlu sesibuk ini? Mengapa aku perlu menghabiskan lebih dari setengah hariku hanya untuk mengabdi pada perusahaan? Akankah ini menjadi lebih baik jika aku mengabdikan diri pada jalanku sendiri dengan menjalankan usaha pribadi?” Zaki tidak menemukan jawabannya. Ia pun segera bergegas turun ke lantai dasar dimana motor kesayangannya diparkirkan.      
          
Tanpa diduga, jalanan begitu sepi sehingga Zaki bisa sampai ke kostannya dengan lebih cepat. Ia pun merebahkan diri di kamar kostnya yang sudah hampir 5 tahun ia tinggali. Kamar kecil inilah yang selalu menjadi saksi bisu mimpi-mimpi Zaki, terutama untuk membangun sebuah rumah makan tradisional. Sambil menatap ke arah langit-langit kamar, Zaki larut dalam dialog-dialognya dengan dirinya sendiri, “Mengapa aku begitu tidak beraninya untuk mengambil langkah pertama? Mengapa aku terus menunda? Mengapa aku seperti tidak percaya bahwa pertolongan-Nya akan selalu ada? Mengapa orang lain yang justru lebih percaya kalau mimpiku ini bisa terwujud?”

                Zaki bangkit dari posisi tidurnya dan berjalan menuju meja kerja di ujung kanan. Di atas meja itu terletak sebuah buku lama: buku catatan yang didalamnya ia pernah menuliskan mimpi-mimpinya. Di lembar ke sekian, ia menemukan tulisannya sendiri, ‘MEMILIKI RUMAH MAKAN TRADISIONAL, OKTOBER 2016.”

                Zaki segera mengecek kalender, ternyata sudah bulan Juli. Tepat 3 bulan lagi menuju bulan Oktober, bulan dimana ia pernah berencana untuk mewujudkan mimpinya itu. Zaki pun segera mengambil selembar kertas kosong. Ia mulai menuliskan keperluan-keperluan yang ia butuhkan untuk mewujudkan rumah makan tradisionalnya itu. Segala stragi pasar yang terpikirkannya saat itu pun dituliskannya. Tanpa terasa, Zaki tertidur di atas lantai, di tengah kertas-kertas mimpinya yang berserakan.

***

            Alarm berbunyi nyaring di keheningan malam, Menyadarkan Zaki dari mimpi indahnya. Ia mengusap wajahnya dan segera berwudhu. Ia ingin menemui Sang Pencipta di sepertiga malam yang syahdu.Mengadu sepuasnya. Berdoa agar ia diberi kekuatan dan keyakinan untuk melangkah. Memohon petunjuk agar setiap langkah yang ia pilih selalu berada dalam lindungan dan diridhoiNya. Tak lupa ia pun meminta kelapangan hati agar selalu berhusnudzon apabila segala usahanya kelak menemui rintangan. 

        Setelah  itu, Zaki kemudian menuliskan beberapa kalimat di selembar kertas kosong yang kemudian di tempelkan pada dinding kamar. Kalimat-kalimat yang akan dijadikannya sebagai pengingat. Kalimat pertama yang ia tuliskan berbunyi "lakukan saja apa pun resikonya". Kalimat sederhana namun bagi Zaki, kalimat ini menjadi pengingat agar ia berani melangkah dan tidak terlalu banyak berfikir. Karena terkadang terlalu banyak berfikir menyebabkan ia tak melangkah kemana-mana. Bukankah lebih baik gagal karena mencoba daripada gagal karena tidak pernah mencoba sama sekali. 

         Kalimat kedua yang Zaki tulis berbunyi, "Ada dana dan dukungan inshaAllah impian akan terwujud. Seadainya tidak ada dana dan dukungan, impian juga inshaAllah akan terwujud." Bagi Zaki, kalimat ini sebagai pengingat bahwa apapun kondisinya, impian tetap harus diupayakan. Kalimat ini menjadi pengingat bahwa Allah pasti akan memberikan pertolongan pada hambanya yang berniat baik. 

       Kalimat ketiga adalah nasehat dari Ibn Attailah yang berbunyi "Setinggi-tingginya impian, semaksimal-maksimal usaha tetap tidak akan menggoyahkan takdir Allah." Bagi Zaki, kalimat ini adalah kalimat penyejuk ketika segala usahanya tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Ia yakin bahwa Allah telah mengukur segala sesuatu dengan tepat. Apapun yang terjadi pasti untuk kebaikannya. Tugasnya adalah berusaha, berdoa, dan menyerahkannya hasilnya pada Allah.

         Keesokan harinya, Zaki mulai membuat konsep dan proposal mengenai restoran  yang ingin dirintisnya. Kemudian ia mulai menghubungi beberapa sahabat dan kenalan. Berkali-kali ia silaturahmi kesana kemari. Dan Akhirnya setelah seminggu ia menawarkan proposalnya, seorang kawan lama bersedia bekerja sama. Zaki yang akan menjalankan usaha sedangkan kawannya itu yang akan meminjamkan tempat dengan sistem bagi hasil. 
 


      Zaki sangat bersyukur, kekhwatiran utama tentang tempat telah teratasi. Setelah itu, Zaki mulai mempersiapkan segala sesuatu. Mulai dari merekrut pegawai, mendekor tempat, dan memasarkan restorannya. Tanpa terasa, segala persiapan telah selesai. Zaki kini siap untuk membuka usahanya.    
Read More