Pagi ini kopi susunya terasa hambar. Entahlah, apa
mungkin kurang gula ataukah lidahnya yang sedang error. Padahal biasanya
dia menyeduh kopi dari bungkus sachet-an, yang dijual di toko-toko dengan harga
2000 per tiga bungkus. Harusnya kopi susu sachet-an tersebut sudah manis atau
setidaknya manisnya ‘pas’. Tetapi apa daya, kopi sachet telah menjadi kopi cair,
mau tidak mau harus diminum meski hambar...
“Slurrp..!”
Fili : “Uh! Hari ini siapa
yang seharusnya piket?”
“Perasaan aku terus yang piket?” dia
menggerutu sambil terus mencari-cari dimana letak sapu berada.
Brrmm.. brrmm.. der.. der.. der.. ciit!
Gundu datang. Dia baru saja pulang kuliah. Seketika itu dia langsung
masuk ke rumah dan melihat Fili sedang menyapu sendirian. Dilihatnya si Fili
sekilas, kemudian dia langsung menuju Kamarnya yang terletak di lantai dua.
Fili : “Ah! Bila terus
seperti ini aku yang rugi!”
“Masa’ sudah tiga minggu ini aku selalu piket
sendirian? Tega sekali mereka!”
“Apa mereka tidak peka? Ataukah jangan-jangan
mereka ‘sengaja’ lupa bila kita hari ini kebagian jatah piket?”
“Lihat saja si Gundu, apakah setelah ini dia
akan ikut membantuku ataukah tidak?”
“Mudah-mudahan dia peka setelah tadi sempat
melirikku sedang piket.”
Lima menit berlalu. Si Fili masih tetap sendiri
menyapu lantai atas, tangga, dan sekarang sudah mencapai lantai satu. Dia tetap
menggerutu karena tidak ada yang membantu. Pantang baginya meminta bantuan ataupun
menyuruh orang lain atau bahkan teman satu jadwalnya selama dia merasa mampu
mengerjakan sendiri. Apalagi teman-teman yang berada satu atap dengannya sudah
berstatus mahasiswa semua, yang notabene ‘dianggap’ mampu menjadi ‘Agent of
Change’. But, reality doesn’t look expectation.
Yang dia gerutukan disini ialah ketidakdisiplinan dan
ketiadaan tanggungjawab dari masing-masing individu. Dia pikir, bukankah diawal
sudah dibuat perjanjian bilamana semua aturan dibuat untuk kemaslahatan
berasama. Satu saja yang melanggar maka akan merusak tatanan kehidupan dalam
satu atap, termasuk urusan kebersihan. Buktinya, saat ini si Fili merasa
tersakiti dikarenakan ke-acuhan teman-teman satu timnya yang terdiri dari atas
tiga orang tersebut.
Si Fili telah selesai menyapu sekaligus mengepel
lantai 2 hingga lantai 1. Kini ia melanjutkan kewajibannya membersihkan dapur.
Dia tampak menikmati kewajibannya saat mencuci piring-piring dan gelas-gelas
yang tidak dibersihkan oleh teman-temannya setelah digunakan, meski dalam
hatinya ia masih terus menggerutu.
Tak lama berselang, atau lebih tepatnya disaat si Fili
melakukan finishing, salah seorang rekannya datang, yaitu si Kama. Kama yang
saat itu sedang menuju dapur langsung tertegun. Dia terdiam saat matanya
bertatapan langsung dengan mata si Fili. Namun Fili yang saat itu matanya
bertatapan juga dengan Kama langsung memalingkan wajahnya ke arah yang lain
seakan-akan tadi tidak sengaja menatap si Kama. Sebenarnya bukan tidak sengaja
melihat kemudian memalingkan wajah, akan tetapi maksud si Fili untuk
menunjukkan bahwasannya ia tidak suka dengan sikap si Kama.
Hati si Kama merasa malu tidak membantu si Fili,
karena memang hari itu si Kama adalah teman satu tim piket si Fili. Oleh karenanya
ia langsung berinisiatif membantu si Fili. Dia mengambil tong-tong sampah yang
telah terisi penuh, terhitung ada tiga tong sampah di rumah itu, untuk
dipindahkannya ke tong sampah depan rumah.
Melihat ada gelagak itu si Fili tetap tidak senang.
Meski ‘sedikit’ membantu akan tetapi sikap si Kama di mata si Fili tidak
berbekas sedikit pun, seakan-akan apa yang ia perankan tadi hanyalah menjadi
polisi-polisi di film-film india.
Fili sebenarnya mengharapkan semuanya hadir dan saling
tolong menolong satu sama lain dalam hal kebersihan. Bukan malah tidak hadir
layaknya si Gundu dan bukan pula seperti si Kama yang hadir di saat-saat akhir.
Fili pun geram bila ia mendapati teman dalam satu
timnya bekerja dengan sesuka hati. Maksudnya, ia geram ketika melihat temannya ‘hanya’
piket menyapu lantai dua. Ya! ‘Hanya’. Padahal jatah yang harus dibersihkan
lebih dari itu, seperti menyapu lantai 1 dan 2, mengepel 1 & 2, membersihkan
dapur, mencuci piring, merapihkan sandal dan sepatu. Bilamana masing-masing
egois hanya melaksanakan satu tugas, maka tugas yang lain siapa yang harus
menunaikan? Makannya ia sangat geram sendiri bila ada temannya yang berucap “Aku
sudah piket ini!”, “Aku sudah piket itu!”. Ia muak! Menurutnya ini bukan
pekerjaan individu, ini pekerjaan tim! Semua harus saling tolong menolong. Bila
satu pekerjaan selesai, maka kerjakan pekerjaan yang lain. Inilah yang
diaharapkan si Fili. Fili tak ingin disebut pengkhianat, meski ia sendiri kadang
dikhianati teman-temannya.
Totally from realstory yah.. hehee :D
BalasHapusbukan cowok aja yg kaya' gitu, di kostanku juga. Tapi bedanya kalo kamu didiemin, kalo aku udah aku cerewetin deh :P
Hanya Allah dan Saya yang tahu.. hehe
HapusSebenarnya mau menunjukkan rasa keprihatinan terhadap kaum pelajar pada umumnya, bahwasannya sering kali muncul tiga sifat kehidupan; peka, cuek, dan peka disaat akhir bak pahlawan yang ingin masuk dalam sejarah.. :D
karakter fili benar2 melankolis ya! XD