Senin, 24 Februari 2014

Merasa Orang Paling ..... di Dunia!


Terkadang saya menertawakan diri saya sendiri. Sering kali saya merasa orang yang paling tahu segalanya, paling tahu apapun yang ada di dunia, hanya gara-gara saya adalah orang perkotaan. Baru bisa komputer hanya sekilas bisa 2NG1M, (Ngenet, Ngetik, Mbaca) sok merasa orang yang paling canggih di dunia ini. 

Cuma tahu Beasiswa banyak bertebaran di dunia ini, namun tidak pernah sekalipun dapat, #tragis, dan itu merasa orang yang paling tahu segalanya di bumi ini. Baru punya hape merk samsul, merasa orang yang paling berselera tinggi. Baru punya sepeda motor, merasa orang yang paling beken di dunia ini. Omaigat.. Omaigat..

Terakhir, dan yang baru saja terjadi adalah merasa orang yang paling kaya di dunia ini, hanya gara2 pernah beberapa kali singgah di Hotel.. Omaigat.. Omaigat..

Kejadiannya kemarin, disaat saya singgah di Hotel bersama salah seorang keluarga saya yang kebetulan datang di tempat perantauan saya. Dengan gaya lenggak-lenggok bak orang papan atas di negeri ini saya langsung menuju kamar yang dituju, 305.

Anehnya, kok bisa ya tiba-tiba dalam diri ini sering kali muncul perasaan taajub atau membagakan diri sendiri. Padahal nih loh ya.. padahal, yang bayar hotel itu bukan saya, tapi kok ketika berjalan di depan pintu hall utama hotel itu kok ada perasaan harus menjadi orang yang harus dihormati. ck ck ck.. Setan itu, setan!

Tibalah saya di kamar 305 tersebut. Setelah cakap-cakap beberapa menit dan makan siang (padahal udah sore), saya minta izin mau shalat ashar dulu. Saat masuk di kamar mandi tersebut, saya dibuat kalang kabut oleh KRAN kamar mandi. Saya yang merasa orang yang paling tahu di dunia ini mulai memutar-mutar itu kran. Tapi anehnya airnya kok ga' keluar2.. -__-" | Semua daya upaya saya kerahkan hingga bercucuran keringat dan hasilnya..... sama saja, airnya ga' mau keluar -__-".

Well, akhirnya saya harus mengakui om saya yang mengajarkan saya cara membuka kran yang benar. Dan tentu saja airnya keluar.. Oh noooo.. ada perasaan malu dan berdosa. Saya yang 'merasa' orang perkotaan ternyata belum ada apa-apanya, dan itu hanya dibuktikan dengan kran saja. Bener2 dah, ngerasa harus banyak instrokpeksi diri. Tak pantas membanggakan diri sendiri, meski itu hanya ada di dalam hati dan tak ada orang lain yang tahu atau menyadarinya.

Pelajaran: Sering kali ketika kita melakukan sesuatu secara tak sadar ternyata kita telah melakukan sifat ujub. Maksudnya ada perkataan halus di dalam hati yang membisikkan "Ini lho saya!". Bener lho! ga' bakalan sadar kecuali orang yang sadar dan peka. Ayo.. ayo.. kita harus instrokpeksi diri, barangkali ketika kalian membaca ini secara tak sadar kalian sedang diuji juga dengan sifat ta'ajub ; "Dih, orang ini ternyata katrok"; "Alaaahh,, orang ini ternyata tak lebih baik dari saya"; "Ahh, tulisan ini ga' guna".

Well, saya ingin mengutip sebuah hadits yang mengatakan seperti ini:
"Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta kalian, tetapi Allah melihat kepada hati dan amal kalian (HR Muslim)"
Read More

Kamis, 20 Februari 2014

Sorry, I can't Join Cause I've Some Reasons

Source: http://www.parkwoodtravel.ca/

Keputusan saya sudah bulat untuk tidak ikut rihlah #pesmafirdaus weekend ini!

Mengapa? Mungkin tidak banyak yang bertanya-tanya, namun saya ingin menjelaskan sedikit disini. Maksudnya,, daripada blog saya nganggur, mending diisi, meski seaakan tak manfaat, hehe :) gpp lah.. itung-itung latihan nulis daripada nggak nulis sama sekali.

Jadi gini, #pesmafirdaus berencana melakukan rihlah akhir pekan ini menuju kota yang berada disebelah utara (agak ke timur sedikit) propinsi jawa timur atau lebih tepatnya ke kota Situbondo. What will we doing there? Mungkin hal ini tak perlu dijelaskan, tau sendiri lah kalo pondok rihlah itu kemana dan ngapain.. he.

Yang ingin saya tulis disini adalah alasan saya tidak ikut rihlah. Maaf, bila ada rekan atau pejabat pesma yang kebetulan membaca tulisan ini. Saya harap tidak tersinggung dan tetap menghormati saya selaku pelaku pembangkangan ini.. (Ah, tulisannya sok mistis nih!).

Pertama, saya katakan saya tak punya uang. What? tak punya uang? Iya! mang napa? masalah buat lohhh?? hehe. Jadi gini, setelah saya hitung matang-matang, ternyata cashflow keuangan saya dua bulan ini super minus! Bulan kemarin saya harus kehilangan 1,2jt (cukup besar bagi ukuran mahasiswa) dan harus menjebol tabungan T.T. Kemudian, bulan ini yang belum genap 28 hari, uang pemasukan saya hanya tersisa tidak sampai 30rb. Mengharukan.. padahal biasanya saya  setiap bulannya bisa menabung hingga min 500rb. Tapi 2 bulan ini benar2 pengecualian. hiks

Benar2 tidak bisa ditolerir lagi. Saya wajib menekan arus pengeluaran saya. Karena masih banyak yang harus saya tunaikan seperti, tunggakan uang pesma bulan ini masih ngutang sebesar 275rb, kemudian biaya pendidikan saya yang masih kurang sekitar 300rb-an, biaya wisuda 500rb, dll.. wah. wah..

Bila saya paksakan untuk ikut rihlah, maka tabungan saya bisa benar2 jebol. Saya itu orang yang sangat protect dengan yang namanya tabungan. Hanya akan saya jebol jika dibutuhkan mendesak seperti bulan kemarin :(

Kedua, setelah saya baca rundown kegiatan rihlah yang 'hanya' satu hari itu ternyata kegiatan tersebut sama sekali tidak menarik minat saya. Bukan berarti saya menolak untuk ikut rekreasi atau rihlah, tapi ini lebih ditekankan dengan kondisi jadwal ujian saya yang masih menggantung. Hingga saat ini, saya masih belum tahu kapan jadwal sidang saya akan berlangsung. Siapa tahu senin pekan depan? Kalau sampai itu terjadi, maka saya akan benar2 didera kelelahan saat menghadapi ujian tsb. Mengapa? Karena menurut rundown kegiatan yang telah diumumkan, kita baru akan tiba di kota Apel pukul 12.00 malam, alias senin dinihari. Dari situ saya langsung bulat, 'Sorry, I can't join cause I've some reasons'

Well, itulah dua alasan saya mengapa saya putuskan untuk tidak ikut rihlah. Berat? 50-50 lahh, tapi gpp, saya ikhlas kok :) Karena sudah saya pikirkan matang-matang untung-ruginya. Tidak apa2 apabila saya tidak punya pengalaman pergi bersama-sama dengan kalian, karena setiap keputusan mengandung resiko yang harus dirasakan oleh pemiliknya.
Read More

Rabu, 19 Februari 2014

Pengantar Koran dan Anaknya

Source: http://soulgrit.wordpress.com/2010/06/11/father-love/

Pagi tadi saat saya sedang menunggu seorang anak untuk mengantarkannya ke sekolah, saya melihat ada sepeda motor melintas disebelah saya. Saya perhatikan dengan seksama. Sepeda motor itu sepertinya ditumpangi oleh bapak dan anak. Hal itu tak lain karena anak yang diboncengnya menggunakan seragam salah satu sekolah disini. Sepintas memang tidak aneh bila melihat kejadian itu, seorang anak diantar bapaknya. Namun, disini ada satu hal yang membuat saya tertegun dan kagum.

Sepeda motor itu berhenti di seberang saya. Kemudian bapak itu mulai mengambil selembar koran dari setumpuk koran yang ia bawa. Saat bapak tersebut telah selesai melepaskan koran yang dimaksud dari ikatan koran yang lain, anaknya yang menggunakan rok merah turun dari sepeda motornya. Kemudian meraih selembar koran dari tangan bapaknya dan mulai berjalan perlahan menuju rumah di seberang saya. Ia meletakkannya tepat di depan pintu masuk rumah tersebut. Sejurus kemudian ia kembali menaiki sepeda motor lalu meninggalkan saya yang masih terpaku akan kejadian tersebut. 

Dalam hati saya, "Hebat anak itu! Ia tak malu untuk membantu orangtuanya bekerja saat ia sendiri akan berangkat sekolah" "Respect!"

Melihat kejadian seperti itu saya membayangkan nantinya ingin memiliki anak yang patuh dan berbakti pada orangtuanya. Anak yang cerdas. Anak yang mampu mengambil keputusan dengan cepat. Anak yang tak malu dengan kondisi keluarganya. 

Ah! Saya ingin memilik anak seperti itu!
Read More

Selasa, 18 Februari 2014

Anak Dapat Mem-Plagiat Orangtuanya

Weekend kemarin saya memutuskan untuk ikut dengan teman saya (sebut saja nama aslinya, 'Fian') ke rumahnya yang berada di desa, atau lebih tepatnya di Kec. Sumbermanjing, Kab. Malang. Sebenarnya sudah sejak lama saya ingin kerumahnya, akan tetapi waktu yang menghalangi kita untuk dapat pergi bersama.. eciiiehhh!! haha.. tenang bos, tenang! teman saya laki kok :-)

Dan setelah waktu berlalu hingga satu semester lewat datang bulan, eh salah maksud saya lewat beberapa bulan, akhirnya minggu kemarin bertepatan sehari setelah gunung Kelud meletus, akhirnya saya bisa tiba di rumahnya yang sederhana namun bersahaja.


Teman saya ini orangnya sangat baik, murah senyum, suka bercanda, suka menghibur, dan tak ketinggalan pula suka kopi seperti saya. Pertama kali kenal dengannya saya langsung jatuh hati (hei! jangan macem2 pikirannya ya!) dengannya, maksudnya saya langsung ambil keputusan, "Oh! orang ini cocok untuk dijadikan lawan bicara."

Awalnya saya kira watak teman saya ini natural saja, maksudnya ya karena tercipta dari lingkungan bermain atau sekolahnya. Namun, setelah saya tiba dirumahnya saya langsung ubah halauan pemikirian saya secepatnya. Mengapa? Ternyata watak dan pembawaan sifat teman saya ini nurun (diturunkan) dari kedua orang tuanya.

Dari gaya bicara, cara memalingkan wajah, cara tertawa, cara tersenyum, cara melengos, cara bercanda, semuanya sama persis!!!!! Kok bisa????

Logatnya dan tata bahasa, cara tersenyum, pembawaan ceria, pembawaan tersenyum semuanya diturunkan oleh ibunya. Sedangkan suara, cara menggoda, cara tertawa, cara merokok, cara duduk semuanya diturunkan oleh bapaknya.

Saya malah berpikir. Inilah hasil didikan orangtua. Semua tingkah laku, ucapan, tindakan, pikiran, perlakuan orangtua terhadap anaknya secara tidak langsung atau tidak didasari akan menular kepada anaknya. Mungkin saya juga demikian, namun saya yang tidak sadar, sama seperti teman saya yang tidak sadar bahwa ia telah mewarisi segala sesuatu dari orangtunya, bahkan sampai cara merokok pun sama. Piuh! mudah-mudahan saya hanya mewarisi sifat baik-baik saja dari orangtua saya.

Sebenarnya masih banyak cerita yang ingin saya sampaikan dari perjalanan kemarin. Mungkin bisa 3-4 halaman jika diteruskan. Namun, sepertinya satu pelajaran penting itu lebih baik daripada banyak pelajaran namun tak sampai. Jadi saya putuskan saya ambil pelajaran yang ini saja.

Meski hanya satu malam, saya banyak belajar saat tinggal disana. Banyak hal baru yang dapat mengilhami diri saya agar terus dapat berbenah, berubah menjadi yang lebih baik dari sebelumnya.

Terima kasih keluarga Fian! Suatu saat nanti aku akan kembali kesana, janji!

Read More