Dari dulu saya sangat ingin sendiri punya kamar sendiri. Bukan tanpa alasan, hal ini karena saya sangat suka mendekorasi kamar sendiri, menata kamar sendiri, ah pokoknya senang bila kamar tampak indah dan nyaman.
Dulu pernah punya kamar sendiri, lebih tepatnya waktu sd. Kamar berukuran 2x2 tersebut berada di lantai 2. Tak bagus, namun saya suka. Saya tempel sana-sini bila mendapatkan hadiah stiker dari bungkus chiki.
Sejak smp keinginan memiliki kamar sendiri belum pernah terwujud hingga kuliah. Saya harus tinggal di asrama. Mau tidak mau, tinggal di asrama harus rela bagi-bagi. Dulu smp-sma satu kamar berisi 10 orang. Sekarang, waktu kuliah, saya harus sekamar berdua, dan ini yang membuat berbeda.
Seumur saya kuliah, tidak pernah ada satupun room mate yang benar-benar bertahan dengan sikap saya. Room mate pertama, saya masih ingat, hanya bertahan 3 bulan saja. Mungkin, yang saya pahami, dia lebih memilih menghormati saya sebagai room mate. Saya bukan tipe perokok, sedan ia kebalikannya. Ya, cukup bijak!
Room mate kedua, seorang musisi. Awalnya saya sangat senang sekali bisa sekamar dengannya. Bisa belajar gitar, keyboard, nyanyi bareng, rekaman bareng, buat lagu baru bareng. Ah, indah pokoknya! Namun, lagi-lagi saya akhirnya harus terpisah kembali dengan room mate terbaik yang pernah saya dapat. Saat itu ada permasalah diantara kita berdua, dan akhirnya kita berpisah baik-baik. Sambil nangis-nangis malah T.T. Cukup menyesal kehilangannya, karena permasalahan ini (mungkin), ia memutuskan untuk pindah ke kos-kosan ketimbang meneruskan di asrama. Intinya saya menyesal dan merasa berdosa karenanya.
Room mates ketiga, sekamar diisi tiga orang. Yang satu mantan sobat saya dan satunya lagi senior tepat satu tahun diatas saya. Saat itu kamar saya mendapat julukan 'kamar skripsi' karena semuanya sedang dalam proses pengerjaan skripsi. Saat itu kami mendapatkan kamar yang cukup besar, mungkin sekitar 5x4. Mungkin gara-gara itu kamar tersebut mendapatkan ranjang berukuran ekstra large *tapi tingkat :(*.
Karena tingkat, maka ada salah satu dari kita yang harus mengalah untuk berbagi kasur. Jadi kasur bawah ditiduri dua orang, dan sisanya diatas. Saat itu saya dan senior yang berbagi. Awalnya tidak mengapa, tapi lama kelamaan, saya yang jadi malas untuk berbagi. Bukan tanpa alasan saya mengatakan demikian. Karena saya adalah orang melankolis yang menginginkan semuanya tampak sempurna, termasuk urusan kasur. Saya risih bila harus terus menerus yang membereskan kasur tersebut. Tak ada rasa kasihan sedikit pun sepertinya dari pihak senior. Piuh, melihatnya tinggal langsung tidur di kasur yang rapih itu rasanya bikin ati tak menentu, kesal hati iya. Dari hal ini saya sedikit memberi respect ke dia. Hanya ucap say hello, tak lebih.
Sedang room mate yang satunya, awalnya saya senang ketika ia pindah dari kos-kosan menuju asrama. Saya sediakan semua kebutuhannya ketika pindah. Saya rapihkan kamar saat menyambutnya agar ia nyaman dan betah saat tiba. Satu dua bulan terlewati dan mulai muncul kebiasaan buruk manusia. Saya merasa menjadi babu dikamar sendiri. Saya yang awalnya sendirian di kamar tersebut, akhirnya harus rela menjadi pelayan bagi mereka berdua. Bingung dan marah saat itu hanya saya ungkapakan dengan cara tidak berbicara kecuali hanya sekedar menyapa. Dalam hati sebenarnya saya berontak, namun saya khawatir apabila hal tersebut diluapkan saya malah menjadi bianatang buas yang tidak terkontrol. Saya sangat sadar sekali dengan emosi saya. Maka cukup dengan diam, itu tanda tak setuju dan tanda ketidaknyamanan saya.
Well, akhirnya dua orang tersebut pergi dari asrama karena telah menyelesaikan skripsi mereka, sedang saya belum, hehe. Dalam hati yang terdalam jujur saya senang :) karena inilah pilihan terbaik dari yang terbaik.
Dan sekarang adalah room mate ke empat. Yang ini adalah room mate terakhir. Umurnya lebih muda dari saya. Saya skripsi, dia baru masuk kuliah. Sebelum ia datang, saya sudah diwanti-wanti sama pamannya yang saat itu pernah datang untuk menengok isi asrama. Saya diwanti-wanti agar nanti mau untuk tinggal dengan room mate ini. Saat itu saya hanya iya saja, tanpa ada keraguan sedikit pun. Kemudian saya ditelpon oleh pengasuh asrama, bahwa saya akan sekamar dengan anak baru tersebut. Saya ditanyai apakah mau pindah posisi ranjang. Sebelum ia datang saya memilih ranjang bawah. Mengalah adalah pilihan yang cukup bijak, mengingat saat itu saya menginginkan room mate ini akan mengakhiri kutukan saya selama ini. Kutukan tidak pernah akur dengan rekan sekamar.
Akhirnya waktu itu pun tiba. Ia datang beserta ayah dan ibunya. Tak banyak bicara pada saat ia datang pertama kali, karena memang waktu itu sudah larut malam. Saya pun hanya basa-basi dan segera menuju ranjang atas.
Sopan, itu yang awalnya saya tangkap. Karena setiap kali ia baru datang kuliah selalu mengucap salam ketika akan masuk kamar. Membungkuk ketika lewat dihadapan saya. Pokoknya saya taruh respect ke dia. Lambat laun, ia tetap seperti itu, sopan. Namun, saya yang melankolis akhirnya menangkap hal-hal yang negatif darinya. Mulai dari malas membersihkan kamar, merapihkan kasur, membereskan meja belajar, malas ke masjid, hingga bermalas-malasan tidak mengikuti kajian. Bak room mate ketiga, saya akhirnya memiliki pekerjaan kembali. Membereskan kamar, termasuk barang-barangnya. Sungguh keterlaluan! dan anehnya ia tak sadar bila barangnya telah rapih dan mengulang lagi kebiasaan buruknya.
Ah, sudahlah. Cukup sudah aku bertahan. Sungguh, saat ini aku muak bila melihatnya, terutama bila adzan tiba. Tak ada terbersit pun untuk segera menuju panggilanNya. Biarkan aku yang membereskan kamar sedang ia asik-asikan berada di kamar sebelah. Saat ini aku diamkan dia seorang, harapannya agar ia tersadar. Mengapa tak langsung saya katakan padanya? Saya bukan tipe seperti itu dan saya paham sekali karakter emosi saya yang pasti akan meledak. Karena bagi saya hal-hal tersebut, yang telah saya sebutkan diatas, adalah sangat sensitif.
Well, pada akhirnya saya masih menginginkan kamar sendiri. Tak ingin kembali bila harus berperang dengan batin. Bila pun nanti sudah berkeluarga, saya tetap ingin punya ruangan sendiri untuk saya kerja dan menyendiri. Ya, itu impian saya.
aku kaya'nya kenal roommate kedua deh.. dia pindahnya deket kostanku soalnya, hehee...
BalasHapusAh, Nursih sepertinya bener.. dia pindah dekat kosanmu.. Kok bisa kenal? jangan2 kenalan pas beli nasgor keliling ya? haha
Hapusga laaah.... tragis banget kenalan sambil nunggu nasgor.
Hapusdulu satu PMan.. pas pengenalan dia cerita pernah mondok di situ.