Entah sejak kapan aku keranjingan menabung. Bila diruntut kebelakang sepertinya sudah sejak lama. Namun, yang pasti ku ingat adalah saat aku duduk di bangku menengah atas. Ya, saat itu aku menabung karena keadaan yang mengharuskan.
Saat itu ingat sekali bahwa kondisi ekonomi orangtua yang belum stabil sejak awal kakak pertamaku masuk ke bangku menengah pertama dan dilanjutkan tahun berikutnya aku yang harus gantian masuk. Perbedaan aku dan kakakku hanya setahun. Inilah yang menjadi awal mula permasalahan ekonomi keluarga kami. Terutama saat masuk ke bangku menengah pertama, orangtua kami harus merogoh kocek yang cukup dalam agar kami berdua bisa meneruskan pendidikan di sebuah pesantren moderen di Jawa Barat.
Awal mula di bangku SMP aku tak biasa dengan bahkan tak kenal yang namanya menabung. Bagaimana mau menabung bila sebulan cuma diberi uang saku 100 ribu? Bahkan tahun-tahun awal hanya mentok di angka 50 ribu. #ngenes.. Tapi tak apa, diumur segitu aku sudah paham dengan kondisi mereka. Aku tak ingin lagi memberatkan mereka. Pikirku masih beruntung dikasih uang saku daripada tidak sama sekali. Akhirnya selama tiga tahun awal aku hanya menjadi pribadi yang hemat, bukan pribadi penabung :)
Keadaan sedikit berubah saat aku menginjak bangku menengah atas. Saat itu aku sedikit-sedikit sudah bisa menghasilkan uang sendiri. Berawal mendaftar menjadi pengasuh santri madrasah ibtidaiyah, tanpa sengaja aku didapuk oleh salah seorang wali santri untuk menjadi guru privat anaknya. Inilah pengalaman pertamaku memiliki profesi sekaligus pengalaman pertama berprofesi tanpa dibayar dengan uang. Meskipun begitu, aku sering diberi makanan oleh wali santri tersebut dan hal ini sedikit bisa mengurangi pengeluaranku untuk jajan di kantin.
Disamping itu, aku juga melihat peluang untuk berjualan. Aku menjual jajanan-jajanan, seperti roti isi, cocolatos, coklat, dll, yang ku stok secara diam-diam dari luar pesantren. Ya, kulakukan diam-diam karena memang hal ini dilarang keras oleh pihak pesantren. Namun kupikir bila tidak ketahuan maka tidak mengapa. Ya nggak? :) Dari sini aku berhasil menabung secara rutin! Ya disinilah awal mula aku benar-benar memulai hidup dengan menabung.
Senang sekaligus bangga apalagi disaat-saat akhir aku berhasil mengumpulkan uang hingga 7 digit. Sebagian ku berikan kepada orangtuaku, sebagian lagi kugunakan untuk jalan-jalan di Jakarta setelah lulus. Senangnya bukan main! :)
Tak berhenti sampai situ saja. Kebiasaan baik ini masih terus berlanjut hingga saat ini, saat aku kuliah. Sama seperti awal-awal masuk jenjang SMP, awal masuk kuliah (2009) aku hanya diberi uang saku sebesar 150 ribu sebulan. Ya kondisi orangtuaku lagi-lagi masih belum mumpuni, karena bertepatan aku kuliah, adikku yang paling bungsu harus mendaftar ke pesantren. Bisa dibayangkan hidup dengan uang 150 ribu dalam sebulan? Saat itu nasi campur dengan kuantitas seadanya harus ditebus sebesar 3 ribu seporsi. Otomatis jurus berhemat harus kembali diperagakan.
Aku menganggarkan uang 4 rb tiap harinya. Dan bila ada teman yang pergi mengajakku sarapan pagi, aku selalu menjawabnya dengan "Nanti aku susul". Aku benar-benar menyusul mereka, tapi bukan ke kantin, tapi langsung menyusul mereka ke kelas. Alasan ini terus kulakukan, karena ku tahu hanya bisa makan saat malam saja. Bila pagi dan siang makan, maka jatah 1-2 hari kedepan benar-benar hilang.
Namun, bukan berarti saat itu aku tidak bisa menabung. Dengan kondisi seperti itu aku masih bisa menabung. setidaknya 50 ribu - 20 tiap bulannya. Uang tabungan tersebut kugunakan untuk ongkos pulang dan membeli oleh-oleh untuk dibawa kerumah orangtua.
Sejak semester 3 hingga semester akhir, berkat bantuan Allah, akhirnya aku mendapat pekerjaan. Otomatis aku memiliki penghasilan. Berkat itu pula pundi-pundi tabunganku terus bertambah. Kadang kubelikan untuk keperluan-keperluan yang mendesak.
Oh ya, sejak saat itu alhamdulillah pula aku bisa rutin untuk sedekah. Dulunya seribu aja udah was-was, sekarang 6 digit tidak masalah bagiku. Alhamdulilah, ini juga berkat menabung :). Pun bisa ngasih adik, saudara, nenek, bude, terutama orangtua merupakan kebahagiaan yang tak terkira. Aku pun kadang berpikir, mungkin inilah jalan yang Allah berikan untukku. Selalu susah diawal, kemudian memaksaku untuk berusaha mencari cara mengatasinya, dan akhirnya bisa keluar dari hambatan tersebut. Inilah takdirku.
Dan targetku yang sekarang adalah berkurban. Sejak dua tahun belakangan aku sangat ingin berkurban, bukan hanya menjadi tukang bantu-bantu saat berkurban. Hasrat ini akhirnya semakin bulat saat perayaan kurban tahun kemarin. Aku memutuskan untuk ikut berkurban tahun berikutnya (tahun ini). Aku ingin ikut program patungan sapi. Alhamdulillah, niat baikku ini didengar oleh kakak dan ibuku. Mereka berdua juga sepakat untuk kurban patungan sapi tahun depan. Sempat kubuka celenganku, kuhitung uang yang ada didalamnya. Alhamdulillah, setelah setengah tahun menabung sepertinya sudah cukup untuk kurban. Alhamdulillaaah.. senangnya bukan main! Mungkin inilah kekuatan sebuah niat. Niat baik selalu direstui sama Allah.
Bagiku menabung adalah bagian dari proses kehidupan. Kita tidak akan tahu apa yang akan terjadi kedepan. Untuk itu diperlukan persiapan, sehingga apabila dibutuhkan mudah-mudahan akan membantu sedikit bahkan keseluruhan. Hidup menabung!
0 komentar:
Posting Komentar