Rabu, 08 Juni 2016

3. Yakinkan Dirimu yang Terbaik!

Ada sebuah cerita dimana pada waktu itu seorang remaja pas-pasan ditawari sebuah pekerjaan yang mana belum pernah ia coba atau kenali sebelumnya. Dikatakan kepadanya, “Sangat banyak yang berminat menduduki posisi ini!”. Ia hanya modal nekat waktu itu. Ia hanya berpedoman, “Allah telah memilihku menjadi orang genius!”

Lalu ia berangkat menuju tempat tersebut. Mengenakan kemeja dan bersepatu ala kadarnya. Ia tertohok menatap lawan-lawannya berpenampilan mentereng lagi mengkilat. Sekilas remaja itu merasa bahwa lawan-lawannya bukanlah lawan biasa. Dengan penampilan yang oke, malah menampilkan sosok yang menarik bagi para pemilik kerja.

Tapi ia tak patah arang, toh dia merasa “Gue unik!”. Lalu ia duduk di kursi yang telah disedikan dan salah seorang diantara mereka mulai membuka percakapan.

“Siapa namanya mas?”

“Sudah pernah kerja? Dimana? Berapa tahun?”

Calon pekerja itu menanyai satu persatu lawannya hingga remaja pas-pasan itu pun tak luput dari jatah pertanyaan. Saat satu-persatu calon karyawan tersebut menjawab, remaja itu tertegun. Rata-rata jawaban mereka “Saya sudah pernah kerja disini selama sekian tahun.” #glek!

Ada yang menjawab 2 tahun pengalaman, 3 tahun, bahkan yang hanya lulusan SMA pun juga ikutan bersaing, ia memiliki pengalaman kerja  5 tahun. Ketika tiba giliran remaja itu ditanya ia pun menjawab,”Saya bahkan belum pernah bekerja sekalipun!. hehe” sambil tersenyum garuk-garuk kepala.

Tapi dalam hati remaja itu berkata, “Tak apa aku belum punya pengalaman kerja, tugasku disini hanyalah mencoba. Urusan berhasil atau tidak itu urusan belakang. Apabila berhasil syukur alhamdulillah, bila gagal akan jadi pengalaman”

Tes pun berlangsung, remaja itu mengerjakan dengan segenap kemampuannya. Pun setelah selesai ia tak lupa memanjatkan doa agar apa yang telah ia upayakan memberikan kebaikan padanya.

Tiga minggu kemudian hasil tes keluar. Tak disangka-sangka, remaja itu satu-satunya orang yang diterima bekerja di tempat tersebut. Lantas lawan-lawannya pun saling bertanya pada remaja tersebut tentang rahasia dia bisa diterima di perusahaan itu.

Ia menjawab, “Saya beruntung dilahirkan menjadi orang genius. Dan masing-masing kalian adalah orang genius. Saya ini unik, dan saya percaya akan potensi diri saya. Saya pernah merasa kalianlah yang pantas menduduki posisi tesebut, tapi saya juga punya hak untuk menduduk posisi itu! Lantas saya katakan pada diri saya, bahwa saya mampu! Saya akan berusaha! Dan selanjutnya biarlah takdir yang membawa saya!”

Well, tentunya ukuran berhasil tidak semata-mata karena faktor luck, tapi juga harus ada upaya dalam diri masing-masing untuk mencapai apa yang pernah diinginkan. Remaja itu sadar lawan-lawannya tangguh, maka dari itu ia bersyukur pernah mempersiapkan dirinya jauh-jauh hari sebelum mengikuti tes tersebut. Remaja itu sudah sering mengerjakan soal-soal tes, meski ia sendiri tak tahu untuk apa ia mengerjakan soal-soal tersebut. Tapi sekali lagi dirinya yakin seyakin-yakinnya bahwa tak ada yang sia-sia di dunia ini. Dan bukti ia tak sia-sia adalah dengan diterimanya ia menjadi karyawan di salah satu perusahaan ternama.

Yakinkan dirimu, Tantanglah dirimu, karena usaha tak pernah menghianati hasil! Let’s try!


****
Tulisan ini adalah bagian dari rangkaian #30DaysWriting Ramadhan 1437H dengan tema "SELFIE - Let's Look Into Yourself!" Setiap harinya, tulisan-tulisan dengan tema ini akan dimuat di liveniping.com. Tulisan lain dengan tema yang sama dapat dibaca di novieocktavia.tumblr.com dan www.iqbalhariadi.com. Selamat membaca!



Read More

Selasa, 07 Juni 2016

2. Ayo Berbuat Baik!

Kita sering mendengar dan membaca bahwasannya setiap perilaku kita akan ada balasannya. Baik atau buruk. Baik akan diganjar dengan kebaikan, begitu pula perilaku buruk akan dibalas dengan keburukan.

Berhubung disini saya ingin dibalas dengan kebaikan, maka akan saya bagikan yang baik-baik. Agar kebaikan tersebut (mudah-mudahan) menyebar kepada siapapun yang ingin menjadi orang baik.

Kalian pernah mendengar istilah ‘hijrah’? Ya, hijrah berasal dari kata bahasa arab yang artinya berpindah. Berpindah atau beralih kepada sesuatu yang lebih baik. Istilah hijrah tenar sekali digunakan ketika peristiwa pindahnya kaum muslimin beserta Rasulullah SAW dari kota Makkah menuju  Kota Madinah. Peristiwa tersebut menjadi tonggak sejarah yang sangat besar bagi kemajuan umat muslimin. Pemeluk umat islam semakin banyak, dakwah semakin meluas, dan menjadi umat yang disegani oleh musuh-musuhnya.

Oke, karena kita sudah seringkali membaca cerita itu (eh? Beneran sudah tau kisah diatas belum?), yang ingin saya tekankan disini adalah hebatnya hijrah itu! Why? Coba kita masing-masing bayangkan, bagaimana rasanya pindah dari tempat yang dulunya pernah membuat diri kita benar-benar nyaman, dan aman. Sepenuhnya pindah dari tempat dimana banyak kenangan, banyak pengalaman, dan pelajaran. Pindah dari teman-teman yang menyenangkan. Pindah dari obrolan-obrolan yang renyah. Pindah dari suatu hal yang bagi kita sebelumnya dianggap benar. Bagaimana?

Atau mungkin kalian bisa tanyakan bagaimana rasanya proses seorang (mantan) perokok yang kemudian benar-benar berhenti dari rokoknya. Atau bisa kalian tanyakan kepada orang yang dulunya tak berhijab akhirnya memutuskan untuk berhijab. Atau bisa kalian tanyakan kepada orang yang dulunya banyak harta akhirnya memutuskan untuk hidup sederhana. Atau juga bisa kalian tanyakan kepada artis-artis papan atas yang akhirnya memutuskan untuk pensiun dari dunia ketenaran (kalo ketemu sih, kalo g ya kalian bisa ketemu saya kok, hehehe)

Kesemuanya hijrah karena ‘yakin’ bahwa proses tersebut akan menuntunnya menuju perubahan yang lebih baik. Seorang yang baik akan terus-menerus melakukan proses hijrah. Karena sesiapapun itu ia harus memastikan dirinya menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.

Ada yang bilang jika ingin bahagia maka berbuatlah kebaikan. Contoh, (praktekkan yaa). Pagi-pagi ketika kamu tiba di tempat kerja, bukalah pintu secara perlahan, lalu tebarkanlah senyum terbaikmu keseluruh orang yang kamu temui di ruangan itu. Dijamin senyummu menular. Mereka juga akan terjangkit virus senyum yang kau tebarkan. Dan kamu mulai merasakan kebahagian di dalam dadamu. Perlu dicatat, selemah-lemahnya sedekah adalah senyummu untuk saudaramu. Berarti senyum itu kebaikan. Langsung dibalas kebaikan (senyuman teman-teman). Dan kebaikan itu membawa kebahagiaan.

Atau bisa dengan cara lain. Seperti memberikan sedekah. Mengajak teman baca Al Qur’an. Membantu ibumu menyiapkan sarapan. Menawarkan pijat gratis pundak ayahmu ketika ia lepas kerja. Hal-hal yang sederhana dulu. Jika yang sedikit itu memuaskanmu, maka tingkatkan lagi menjadi yang lebih kompleks. Dan proses itu juga bisa dinamakan proses hijrah.

Ahh.. senang rasanya bila semua orang berhijrah. Berlomba-lomba menjadi lebih baik. Karena semangat berbuat kebaikan juga akan menular menuju kebaikan!


Ayo berbuat baik!!
Read More

Senin, 06 Juni 2016

1. Refleksi Sepi

Pernahkah saya merasa kesepian? Pernah. Yakin? Yakin! Sering malahan :v

Diantara kita pasti pernah merasakan kesepian. Entah itu ‘merasa’ tak punya teman, ‘merasa’ tak ada yang bisa diajak bicara, ‘merasa’ tak ada tempat untuk berkeluh kesah, atau mungkin ‘merasa’ tak mungkin bisa memiliki pasangan (loh.. ini kejauhan, hehe)

Yap! Adakalanya kesepian itu datang. Tak dipanggil pun datang. Terkadang saat kita baru saja tiba di rumah selepas kerja dan mendapati sekeliling rumah kosong. Melihat tetangga kanan kiri juga sepertinya memiliki kesibukan sendiri di dalam rumahnya. Mencoba menghubungi teman atau sahabat ternyata juga demikian, ada jeda sekian lama menunggu balasan.

Lalu tiba-tiba suasana menjadi hening. Benar-benar hening. Hanya terdengar sesekali suara motor lalu lalang. Suasana sore yang jarang terjadi. Seakan-akan sudah diskenariokan oleh Tuhan agar suasana kesepian semakin dramatis.

Kemudian kita mencoba duduk bersandar. Mencoba menikmati suasana senja seperti ini yang jarang sekali datang. Memandang luas indahnya langit sore, bergaris-garis putih dengan latar warna senja. Sekelompok burung berlomba-lomba untuk segera kembali pulang ke sarangnya. Angin mendayu-dayu seakan mengajak ranting untuk menari-nari diatas penderitaan orang kesepian.

“Aku, apa saja yang sudah kulakukan hari ini?”


Sempatkah tadi lisanku berucap kasar kepada orang? Sempatkah tadi indra penglihatanku memicingkan kehidupan orang? Sempatkah sikapku tadi merendahkan orang? Sempatkah tadi hatiku mencurigai seseorang? Sempatkah tadi aku melupakan sebuah janji? Sempatkah tadi berlaku curang? Sempatkah tadi mengacuhkan orang? Sempatkah? Sempatkah?


“Ahh.. jikalau sempat, lalu apa yang harus aku perbuat?”

Tiba-tiba ada yang hadir dalam lubuk hati kita. Seperti sesuatu yang menyeruak ke atas permukaan. Mengirimkan sinyal-sinyal suci. Melontarkan sebaris kata dalam diri, “Sini,,, kembalilah pada-Ku..”

Allah hadir dalam diri kita. Ia ingin menyambangi diri kita. Menyapa kita, menyapa dengan cara me-rewind  perilaku kita. Selama ini Ia diduakan oleh kita. Kita menjauh dari-Nya. Tak menyadari bahwa selama ini setia berada di sisi kita hanyalah Allah semata.

Seringkali semua permasalahan datang karena diri kita sendiri. Lupa sebenarnya ada Dzat yang Maha Melihat, Maha Mendengar. Allah menghadirkan sepi agar kita kembali mengingat-Nya. Agar kita kembali bertaubat kepadanya. “Innahuu kaana tawwaabaa” (An Nasr : 04)


Ah, indahnya sepi ini. Harusnya sering-sering ia menyambangi. Mengajak dialog kepada diri sendiri.
Read More

Senin, 18 April 2016

Asal Tulis

Akhir-akhir ini setelah ikut siaware gue seneng cari lagu yang liriknya bener-bener punya isi. Emm.. maksudnya bukan cuma dengerin aja, tapi punya arti. Contoh judul lagu The Greatest Love yang dibawakan sama George Benson, atau lagu yang terbaru dari Adele - I'll Ask.

Coba perhatiin liriknya. Terus pas dengerin hayati. Kadang juga gue dengerinnya pas lagi sendiri, pas suasananya sepi. Malem atau pagi pas cuacanya mendung.. Coba deh.. Ada energi sendiri pas dengerinnya..
Read More

Minggu, 09 Agustus 2015

Cerita Awal Gue Masuk Pesma Firdaus - part 1

Tepat setahun yang lalu gue ninggalin masa-masa yang menurut gue saat itu biasa-biasa aja, nggak ada yang spesial-spesial banget. Yaaahh... biasa banget pokoknya.

Barusan gue buka lagi file-file lama yang masih tersimpan rapih di laptop peninggalan masa kuliah. Mumpung ada waktu kosong. Buka file-file satu-satu. Gue perhatiin satu persatu file-file foto yang bersarang di dalam puluhan folder. Gue mulai tersenyum. Senyum-senyum sendiri. Gue masih inget detik-detik saat foto-foto tersebut diambil. Seakan foto tersebut bisa menceritakan kembali kenangan lama yang sengaja ataupun tidak sengaja terekam dalam bingkai foto. Ternyata masa gue waktu itu sungguh-sungguh bahagia. Terasa spesial. Terasa berharga.. terima kasih ya Allah..

Apalagi pas gue buka folder foto pas lagi mondok di pesma firdaus. Ya Allah, mau netes nih air mata. Ane inget banget waktu itu gue masuk sana tahun 2010 pas semester 3. Itupun gara-gara nggak dibolehin ngekos sama ortu. Katanya, “Murah nggak dapet ilmu agama, atau mahal tapi dapet ilmu agama?”. Akhirnya hati gue luluh, gue nurut sama arahan ortu. Dan Alhamdulillah takdir Allah selalu indah.

Masuk pesma firdaus posisi rambut masih gondrong, panjang, punya poni kayak justin bibir.. hehehe.. ya itulah gue masa lalu. Masih ganteng. Masing imut. Sekarang boro-boro ganteng imut, yang ada mah tambah guanteng tambah uimut.. wakwakwakakwa *istighfar bang..

Tebakk.. gue yang manaaa?

Ini pas awal-awal gue masuk pesma firdaus. Personilnya harus dihitung pake kalkulator.. banyak bangetz

Tuh, jelas kan ada dikit-dikit imut, masih culun (kata orang dulu). Nah, orang-orang yang ada di foto tsb adalah santri-santri pas gue pertama kali masuk sana. Cuma dikit, iya, tapi kualitas number wahid!!!

Ada mas Agus Surosyid, mas Muslikhuddin (duh, salah g ya nulisnya), ada mas Ronny, ada mas Kamal, ada Muji (anak band gan! sebelah kana gue) dan sisanya gue.. Semuanya udah pada mahir-mahir msalah agama, kecuali si Muji dan tentu saja gue.. ehehe..

Gue ama muji satu angkatan pas masuk pesma firdaus. Yang lainnya udah pada senior. Sudah ada yang 2-3 tahun di pesma firdaus. Udah pada jago Nahwu, sharaf, bahasa arab, tafsir, hadits. Sebagian udah pada ngajar di pesma firdaus. Itu yang bikin gue semangat pas masuk di pesma firdaus. Semangat mengejar ilmu agama!!

Selain, dari temen-temen pesma yang pada pinter-pinter yahud, ada satu lagi yang gue suka. Apa tuh?
Lokasi!

Bener deh, pas pertama kali gue masuk kesana kayak masuk kemaanaaa gitu. Ati rasanya adem. Padahal sebelum kesana gue jalan kaki panas-panasan setelah pulang dari jam kuliah. Gue disuruh nyari yang namanya Pesma Firdaus, “Tempatnya deket sama kampusmu”. Jalan semeter dari gerbang belakang kampus gue belum nemu tuh plang “Pesantren Mahasiswa Firdaus”. Nambah semeter lagi juga nggak nemu. Dan disitu gue mulai putus asa *alah lebay!

Akhirnya setelah gue berjalan lurus nan istiqomah menyusuri jalan belakang kampus sejauh setengah kilo, gue ngeliat plang “Pesantren Mahasiswa Firdaus”. Duh, rasa-rasanya seneng banget waktu itu. Secara, gue jalan pas siang-siang bolong sambil bawa tas yang isinya laptop n buku2 kuliah. Keringet seakan terhapus dengan terpampangnya plang pesma firdaus.

“Assalamu’alaikum”

Nggak ada respon

“Assalamua’alaikum”

Nggak ada respon lagi

“Assalamua’alaikum... ada orang?? Woy! Ada orang!!?” ahehehe

Tiba-tiba muncul suara nan merdu dari dalam,

“Wa’alaikumsalam” sambil menghampiri gue yang udah banjir keringat.

Yang muncul waktu itu mbak Hijri. Salah satu pengasuh di pesma tersebut.

“Nyari siapa mas?”

“Saya nyari mbak.. ehehehe” <-----bo’ong

“Saya nyari pesma firdaus mbak. Apa benar ini pesma firdaus? Mau lihat-lihat”

“Ooohh.. boleh-boleh.. silahkan duduk”

Dan pada akhirnya gue ngejelasin maksud kedatangan gue datang kesana. Abis itu gue dijelasin tuh pesma. Hmmmmm... iya.. iya.. dan manggut2.. finally, setelah dapat penjelasan dari mbak hijri, gue diarahkan ke asrama putra.

“Loh? Asramanya bukan disini mbak?”

“Kalo disini yang putri mas”

“Oohh.. ada putri juga toh” dalem ati,,, asheeekkk.. wkwkwkwk

Gue sempet nanya-nanya ke orang di pinggir jalan buat mastiin yang mana asrama putra pesma firdaus.  Asramanya masuk gang yang hanya cukup dilewati seekor mobil.

“20 meter” tulis plang dipinggir jalan.

Akhirnya gue tiba di asrama putra pesma firdaus. Asramanya gede. 2 lantai dengan pagar menjulang hampir menyentuh lantai atas. Berwaran biru yang melambangkan kesegaran.

“Dok.. dok.. dok.. Assalamu’alaikum”

Sama seperti tadi tidak ada jawaban, namun samar-samar gue denger di dalem ada yang nyetel murottal.

“Assalamua’alaikum”

“Wa’alaikumsalam”

Alhamdulillaaaahh... ada jawabah.. 

Dibukalah pintu depan oleh seorang santri disana.

“Cari siapa mas?”

“Saya firdaus mas, mau lihat-lihat pesma ini”

Seketika itu wajahnya sumringah, senyum. Gue sampe ikut tersenyum. Secara,, senyum ikhlas itu menular.

Gue dipersilahkan masuk oleh santri itu yang sebelumnya telah memperkenalkan dirinya, Agus Surosyid. Dan sensasi itu datang. Ati gue langsung adem. Seadem lantai yang gue pijak. Ati gue langsung nyaman masuk pesma firdaus. Suasana tenang, sepi, tak terdengar keriuhan jalan raya. Yang terdengar hanyalah suara murottal yang disetel. Hati gue langsung berkata “gue mantep masuk sini”

Gue diajak ngobrol sama mas Agus dan diperkenalkan dengan mas Roni, teman sekamarnya. Gue diajak keliling asrama putra. Disana ada beberapa kamar yang diisi 1-3 orang. Kamar mandi ada tiga, ada kolam ikan, ada taman, dan ada dapur yang sudah lengkap tinggal pakai.

Tak lama disana, gue minta pamit dan berjanji akan datang kembali, tidak sebagai tamu namun sebagai santri. Wajah mereka terseyum seakan tak sabar menunggu kedatangan gue..


Fiuuuhhh.. masih inget gue.. seneng deh dulu masuk pesma firdaus. Kuliah sambil nyantren, dan gue bangga!!!


Read More

Selasa, 24 Maret 2015

Aku Lupa Cara untuk Bersyukur

Kulihat ia kembali tiba pagi ini.
Keringat peluhnya ia hapus dengan handuk kusamnya.
Tampak sekali ia kelelahan pagi-pagi seperti ini.
Dimana sebagian besar orang masih memilih untuk bersiap diri.
Ia tolehkan lengan kepalanya ke kanan dan ke kiri.
Berharap ada yg tertarik mencoba racikan yang saat ini sedang dibawanya.

Kuperhatikan dari balik tirai.
Hatiku berdegub.
Tersedak.
Kupikir aku adalah manusia yang paling tidak bersyukur.
Bagaimana tidak?
Aku, mungkin, dipikiran banyak orang, bekerja dengan sangat nyaman.
Memakai kemeja sambil sibuk dibalik meja ditambah berhawakan angin mesin nan sejuk menggoda.
Aku terkadang masih suka mengeluhkan pekerjaan.

Andai saat ini aku berada di posisi pemuda itu.
Harus berpeluh-peluh.
Berangkat pagi-pagi.
Memanggul gerobaknya.
Sambil berjalan kaki.
Sambil sering mengusap keringat yg kadang mencubit mata.
Harus merasakan betapa sulitnya  orang lain mencari nafkah.

Ya Allah, terima kasih ya Allah..
Terima kasih pagi-pagi telah mengajarkanku cara untuk selalu bersyukur pada-Mu
Semoga Engkau memberikan yang terbaik kepada abang penjual lontong sayur tersebut.

Read More

Kamis, 25 Desember 2014

Gigi Empat

Ia mengemudikan terlalu cepat.
Tak kenal gigi satu, dua, ataupun tiga.
Langsung tancap gas gigi empat dalam 7 detik.

Jika langsung gigi empat, kau pun tahu awalnya berat.
Makannya ia atur nada dalam 7 detik.
Harapnya irama tarikan berimbang dengan kecepatan yang diinginkan.

Namun, selepas 7 detik kemudian.
Hasil yang diinginkan tak optimal.
Motor menolak dengan caranya.
Motor itu berbisik dengan caranya.
"Terlalu dini untuk melaju."

Ia pun sadar.
Terlalu cepat untuk gigi empat.
Ia kendurkan kembali.
Tiga, dua, satu hingga netral kembali.
Pelan secara perlahan.

Sekarang ia berhenti.
Mengatur strategi.
Bagaimana caranya agar bisa melaju.
Mulai dari gigi satu.
Dilanjut gigi dua.
Gigi tiga.
Hingga pada saat gigi empat,
ia dan motornya siap diajak melaju kencang
Menuju tempat impian.

Read More